Makna Hari Raya Idul Fitri dan Jejak Sejarahnya

Langkatoday.com – Berakhirnya bulan Ramadhan sekaligus pertanda bahwa umat Muslim memasuki bulan Syawal dalam kalender Hijriah. Oleh karena itu, di akhir bulan Ramadan tersebut umat Islam akan merayakan Idul Fitri.

Idul Fitri merupakan perayaan kemenangan bagi umat Islam yang telah menahan diri dari minum makan, serta perkara haram lainnya yang dapat membatalkan puasa. Sebagai bagian dari perayaan hari besar umat Islam, tentunya hari Idul Fitri memiliki arti tersendiri bagi seluruh umat Islam di dunia.

Sejarah Hari Raya Idul Fitri

Idul Fitri dalam sejarah Islam pertama kali dirayakan pada tahun 624 M atau tahun kedua Hijriyah. Sejarah hari raya Idul Fitri berkaitan erat dengan dua peristiwa, yakni perang Badar dan hari raya masyarakat Jahiliyah.

1. Kemenangan atas Perang Badar

Momen Idul Fitri bertepatan dengan berakhirnya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin. Meski jumlah pasukan yang dimiliki umat Islam terbilang sedikit dibandingkan kaum kafir, namun atas izin Allah SWT umat Islam berhasil menang dalam perang tersebut.

Oleh karena itu, ketika umat Islam berhasil meraih kemenangan, secara otomatis terdapat dua kemenangan yang diperoleh, di antaranya adalah kemenangan atas orang yang berhasil berpuasa selama sebulan dan kemenangan atas perang Badar.

2. Hari Raya Masyarakat Jahiliyah

Sebelum Nabi Muhammad SAW menurunkan ajaran Islam di Makkah, masyarakat Jahiliyah Arab sudah terlebih dahulu mengenal dua hari raya besar, yang terdiri dari Nairuz dan Mahrajan.

Nairuz dan Mihrajan adalah hari raya orang kafir ketika Nabi Muhammad SAW sedang di Madinah dan sudah ada sejak zaman Persia Kuno.

Diketahui bahwa perayaan itu digelar oleh masyarakat Arab Jahiliyah dengan mengadakan pesta pora. Dalam pesta itu juga dihiasi dengan berbagai ajang menari-nari, bernyanyi hingga menyantap makanan lezat dan minuman beralkohol.

Maka, dua hari perayaan ini oleh Rasulullah diganti menjadi hari raya yang lebih baik dan sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan oleh Allah SWT, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’i, Rasulullah bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Artinya: “Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda: Setiap tahunnya kaum Jahiliyah memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain. Ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: Kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i)

Makna Perayaan Idul Fitri

Sebagian orang memaknai Idul Fitri sebagai kembalinya fitrah, yaitu asal muasal manusia bersih dari dosa, seperti bayi yang baru lahir.

Pemahaman ini terkait dengan hadis Rasulullah SAW dari sahabat Abu Hurairah, berbunyi:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: “Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa isinya menekankan pada niat puasa yang baik adalah niat untuk mengharap balasan baik dari Allah. Apabila seseorang berniat melakukannya dengan sungguh-sungguh, maka dia tidak akan merasa berat dan merasa waktu bergerak lama saat menjalani puasa.

Selain itu, mengutip dari laman NU Online, dalam kitab Hasiyah al-Bujairami alal Khatib oleh Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi mengatakan bahwasanya hakikat Idul Fitri bukan hanya perkara baju baru dan sesuatu yang sama sekali baru, meskipun ada anjuran untuk memakai baju baru. Namun demikian, hal itu bukanlah tujuan dan maksud dari hari raya yang sebenarnya.

Syekh Sulaiman berkata:

فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب

Artinya: “Faidah: Allah SWT menciptakan tiga hari raya di dunia bagi orang beriman yaitu hari raya Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha. Semua ini (dianggap hari raya) setelah kesempurnaan ibadah dan ketaatan telah dilaksanakan. Dan Idul Fitri bukan untuk orang yang memakai baju baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukan untuk orang yang datang dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanya untuk mereka yang dosanya diampuni.” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib, juz 5, halaman: 412)

Berdasarkan pemahaman di atas dapat disimpulakan bahwa tidak ada larangan memakai pakaian baru saat Hari Raya Idul Fitri karena hal tersebut memang disunnahkan.

Namun demikian, tidaklah sia-sia kemenangan Idul Fitri dirayakan sebatas hanya dengan penampilan yang baru dan bersih, apabila ketakwaan kita pada saat bulan Ramadan tidak ikut bertambah.

Padahal, pada momen tersebut lah dosa-dosa kita mendapat ampunan yang seluas-luasnya dari Allah SWT. Oleh karena itu, dibutuhkan keseimbangan dalam mengutamakan dan menjalani ibadah di bulan Ramadan.

Tujuannya agar kita mendapat makna dan esensi yang mendalam berkat hadirnya perayaan Idul Fitri.

Informasi dan kerjasama bisa dikirim via e-mail: [email protected]

Bacaan Lainnya: