Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin
Langkatoday.com, Stabat – 7 Juni 1967, hari itu seorang jenderal Isrl bernama Mordechai Gur memimpin tentaranya untuk masuk ke Masjid Al Aqsha setelah mereka berhasil menaklukkan Kota Al Quds. Itulah untuk pertama kalinya zionazi benar-benar melakukan penodaan pada Al Aqsha secara langsung semenjak mereka berhasil mencaplok tanah suci Palestina.
Aljazeera meringkas apa yang dilakukan Mordechai, “mereka memasuki Masjid Al Aqsha pada hari ketiga awal perang tahun 1967, mengibarkan bendera Isrl di atas Qubbatus Shakhrah, membakar Al-Qur’an, melarang jamaah untuk shalat di dalamnya dan menyita kunci pintunya.”
Juni 1967 disebut-sebut oleh bangsa Palestina dan dunia Arab sebagai “Naksah” (النكسة) yang bermakna malapetaka. Sebab, ketika koalisi negara-negara Arab mengumumkan perang atas Isrl, justru yang terjadi adalah gabungan tentara Arab itu kalah hanya dalam 6 hari pertempuran yang disebut sebagai “Perang 6 Hari.” Faisal Darraj dalam Institute for Palestine Studies menulis bahwa pada peristiwa perang 6 Hari bulan Juni 1967 itu, “yang menang (Isrl) semakin menang, dan yang kalah (bangsa Arab) semakin kalah.”
Kita perlu tahu dua peristiwa penting yang mengubah wajah peta Timur Tengah modern sejak zionazi mencengkramkan taji berdarahnya di Palestina: yakni peristiwa Nakbah (1948) dan peristiwa Naksah (1967).
Nakbah adalah nama untuk malapetaka yang terjadi ketika zionazi mendeklarasikan negara ilegal mereka sekaligus dengan mencaplok 70% wilayah Palestina. Sementara Naksah adalah peristiwa ketika zionazi berhasil —sekali lagi— mengalahkan gabungan tentara negara-negara Arab dan menguasai hampir seluruh Palestina, termasuk Kota Al Quds dimana Al Aqsha berada. Bahkan mereka berhasil menguasai dataran Golan dan Semenanjung Sinai.
Dan pada 1967 itulah zionazi untuk pertama kalinya melakukan penistaan pada Al Aqsha secara langsung sebagaimana kami sampaikan di awal. Yang membuat peristiwa ini menjatuhkan mental bangsa Arab dan dunia Islam, adalah karena “Mesir, Suriah, Yordania, dan Irak bergabung untuk memerangi Isrl, dengan bantuan teknis dari Lebanon, Aljazair, Arab Saudi, dan Kuwait. Namun koalisi Arab kalah. Setelah kemenangannya dalam perang ini, Isrl menduduki wilayah baru Palestina, yang diperkirakan kira-kira tiga kali lipat wilayah pendudukannya perang tahun 1948.” (Aljazeera)
300-400 ribu keluarga Palestina di Tepi Barat dipaksa keluar dari negerinya sendiri, sekitar 20-25 ribu tentara gabungan negara Arab gugur dan 45 ribu luka parah, 1 juta ditangkap dan dimasukkan ke penjara zionazi, sementara Isr**l kala itu hanya kehilangan 650-800 tentaranya. Ya, itu semua terjadi pada 1967, dalam peristiwa bernama Naksah. Dua peristiwa yang berkelindan ini, (Nakbah 1948 dan Naksah 1967) sangat berpengaruh pada mentalitas penguasa-penguasa Arab terhadap Zionazi.
Sejak itu pulalah Zionazi merasa bahwa mereka adalah sebuah bangsa yang hebat dan tentara tak terkalahkan. Sebab penguasa negara-negara Arab memilih untuk “lebih berhati-hati” dengan mereka.
Seorang penulis Palestine Studies bernama Antwan Shahnat mengutip pakar Isrl yang mengatakan bahwa negara-negara seperti Suriah mulai merasa untuk memilih damai dengan Israel, Yordania memilih untuk tak bermain-main dengan sang “pemenang perang.” Sebab penguasa Arab kala itu menyimpulkan “Isrl memang lebih cerdas strateginya, dan mereka didukung penuh oleh Amerika Serikat.” (Israel Hayom)
Avichay Adraee, seorang juru bicara Isrl yang bisa bercakap bahasa Arab pernah menyampaikan bahwa gelar “pasukan Israel tak akan terkalahkan” itu justru muncul dari lisan bangsa Arab yang berkali-kali kalah menghadapi Isrl di medan tempur. Mungkin kamu bertanya, “kenapa sudah bersatu tapi malah tetap kalah?” Dr Ali Ash Shalabi menjawab dalam salah satu tulisannya, “sebab mereka bersatu, tapi bukan dalam napas Islam, melainkan dalam napas persatuan Arab.” Itulah mengapa mental pasukan Arab kendur, kalah, sebab motivasinya bukan dengan nilai Islam.
Namun berbeda pada Badai Al Aqsha, 57 tahun setelah kekalahan 1967. Kau tahu? Dalam 6 hari pada tahun 1967, Isrl mampu mengalahkan gabungan negara-negara Arab. Tapi, kini sudah hari 245 hari serangan zionazi berjalan ke Ga24 menghadapi para singa-singa pejuang, dan tak muncul satu kata menyerah pun dari pejuang. Bahkan berbagai sumber mengatakan, bahwa Isrl kehilangan lebih banyak tentara dan tank ketika menghadapi pejuang tahun 2024 daripada ketika menghadapi serbuan gabungan negara Arab tahun 1967. masyaAllah!
Itulah mengapa Ga24 kini membuka mata dunia dan menjadi standar baru ketangguhan. Sebab mereka mengajarkan pada bangsa Arab dan Umat Islam bahwa satu-satunya jalan untuk menghadapi zionazi adalah dengan Islam sebagai panduan.
Sebagaimana nasihat Umar bin Khattab, “kita adalah umat yang dimuliakan dengan Islam. Jika kita mencari kehebatan tanpa Islam, maka Allah akan menghinakan kita.” Dan itulah yang disarikan dengan baik dalam setiap penutupan pidato sang pendekar bertopeng merah, “dan bahwa ini adalah perjuangan: ia akan berakhir menang atau kesyahidan!”
Referensi:
1. هذه أبرز اعتداءات الاحتلال على المسجد الأقصى
2. القيود المفروضة لدخول المسجد الأقصى
3. Institute for Palestine Studies