Hak Bicara KUHP Dibatasi, Pengamat: DPR Tak Ada Gunanya

LANGKATODAY.COM – Menanggapi keluhan Fraksi PKS bahwa anggota DPR saja dibatasi saat bicara KUHP, Pengamat Kebijakan Publik Erwin Permana menilai bahawa DPR ini tidak ada gunanya.

“Ini menunjukkan bahwa memang DPR ini tidak ada gunanya,” tuturnya seperti dikutip dari laman Mediaumat.id, Sabtu (10/12/2022).

Karena, jadi anggota DPR saja hak bicaranya dibatasi apalagi masyarakat.

“Jadi DPR saja dibatasi apalagi masyarakat. Ya lebih lagi nanti itu di kerangkeng nalar kritis mereka,” ujarnya.

Erwin mengatakan, ketika dibatasi mestinya anggota DPR melawan dan menggunakan hak imunitas.

“Bukankah mereka memiliki hak imunitas. Mbok ya memanfaatkan hak imunitas itu. Mbok ya mereka itu jangan mau dibatasi. Ketika mereka dibatasi, mengapa mereka mau dibatasi? Mestinya mereka memberontak, melawan, menggalang kekuatan di DPR,” ungkapnya.

“Kenapa enggak mau menggalang kekuatan? Mungkin semuanya sudah diduitin semua? Salah mereka juga yang mata duitan. Akhirnya bisa dibeli suara mereka dan daya kritis mereka itu bisa dibeli. DPR enggak ada gunanya sama sekali, itu yang pertama,” tegasnya.

Yang kedua, kata Erwin, ini menunjukkan bulshit-nya demokrasi.

“Namanya trias politika itu omong kosong. Enggak ada yang namanya trias politika itu. Ketika ada misalnya kontrol DPR, kontrolnya itu tetap dikendalikan eksekutif. Jadi, omong kosong ada efektivitas kontrol negara yang dilaksanakan oleh DPR. Enggak ada gunanya, enggak beneran fungsi itu. Jadi, bukan DPR-nya itu yang menjadi masalah tapi biang keroknya demokrasi itu sendiri,” paparnya.

Karena itu, menurutnya, demokrasi harus ditinggalkan.

“Enggak ada gunanya kita memperbaiki. Kalau begitu nanti kita perbaiki aja fungsi DPR agar DPR menjadi kuat, menjadi demokrasi parlementer. Sama juga Enggak efektif,” tegasnya.

Erwin menilai, sekarang demokrasi presidensial semuanya dikendalikan oleh eksekutif. Enggak bagus juga. Sama-sama enggak bagus semua. Mau parlementer, mau presidensial sama buruknya semua. Memang demokrasi itu.

Untuk Oligarki

Ia menilai, KUHP ini untuk oligarki yang disediakan oleh eksekutif. Jadi oligarki itu tuannya kaum eksekutif ini. Baik oligarki politik maupun oleh bisnis.

“Jadi, untuk mereka-mereka juga. Mereka ingin mengamankan kepentingan mereka. Mereka ingin mengamankan proyek-proyek mereka, mereka ingin mengamankan bisnis mereka, tanpa boleh ada satu pun yang mengomentari terkait dengan penyelenggaraan bisnis mereka yang tidak adil itu. Pemerintah tidak sanggup menyelenggarakan keadilan terhadap masyarakat. Masyarakat kelaparan, masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan, banyak yang miskin enggak boleh ngomong, diam saja,” bebernya.

Sekali lagi, Erwin menegaskan bahwa KUHP ini untuk oligarki.

“Dalam setiap kebijakan apa pun ke depan enggak boleh dikritisi. Terserah mau pindah ibu kota negara, mau 3 periode, mau 5 periode, mau seumur hidup, jangan diomongin, biarin aja. Jadi, untuk kepentingan mereka. Ini mereka bikin macam tameng dulu, bikin perisai dulu, untuk mengamankan semua agenda-agenda buruk mereka,” ungkapnya.

Jadi, mengapa pasal-pasal represif dikatakan sebagai indikasinya, menurutnya, ini jelas bahwa pasal-pasal itu sebagai indikasi bahwa ini memang untuk kepentingan oligarki bukan untuk kepentingan masyarakat.

“Apakah ketika misalnya masyarakat enggak boleh kritis, masyarakat bisa sejahtera? Enggak kan? Apa hubungannya masyarakat enggak boleh ngomong dengan masyarakat menjadi sejahtera, enggak ada hubungannya. Jadi ini UU yang dibikin oleh para maling, untuk mengamankan para bos-bos para maling,” tegasnya.

Bacaan Lainnya: