Internet Gratis vs Makan Gratis, Ganjar dan Prabowo Saling Kritik

LANGKATODAY.COM – Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, dan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, saling kritik soal kebijakan internet gratis serta makan gratis yang mereka usung.

Isu terkini, seperti maraknya penggunaan pinjaman daring untuk membayar uang kuliah tunggal dan pengembangan pendidikan, juga ikut diperdebatkan di debat pamungkas ini.

Dalam acara debat calon presiden di Jakarta, Ahad (4/2/2024), Ganjar Pranowo mempertanyakan kritik Prabowo Subianto soal kebijakan internet gratis saat Menteri Pertahanan tersebut berkampanye di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (20/1/2024).

Program internet gratis yang diusung pasangan calon Ganjar-Mahfud dinilai tidak mendesak dan didasarkan pada pola pikir yang salah.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut menjelaskan, kebijakan internet gratis adalah bagian dari program penanggulangan kemiskinan karena dapat mengefektifkan pendataan bantuan sosial di hingga 12.000 desa, yang kini belum terjangkau jaringan internet. Internet gratis juga dapat mendorong digitalisasi.

Ganjar juga mengkritik kebijakan internet gratis seharusnya selaras dengan program hilirisasi digital dan akselerasi Internet of Things (IOT) yang diusulkan oleh pasangan Prabowo-Gibran.

”Pak Prabowo katakan, internet gratis itu kebijakan yang diambil orang yang pemikirannya lamban. Padahal, kalau internet cepat dan areanya luas, pengumpulan data jadi lebih lengkap, intervensi kebijakan penyelesaian kemiskinan bisa semakin baik,” ucapnya.

Dalam debat kali ini, ia juga membahas mengenai ancaman liberalisasi pendidikan dengan munculnya fenomena pinjaman daring di perguruan tinggi.

Pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) dengan pinjaman daring dinilai keliru karena menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah pada dunia pendidikan.

Menurut dia, implementasi pembayaran UKT melalui pinjaman daring hanya tepat untuk kelompok ekonomi tertentu.

Calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, menyebut, Ganjar Pranowo keliru menafsirkan pernyataannya soal penolakan program internet gratis.

Ia menilai, program internet gratis memang baik untuk mempercepat digitalisasi dan menyelesaikan masalah ketimpangan, tetapi tidak mendesak dilakukan. Program makan gratis lebih penting dilakukan terlebih dahulu.

”Soal ucapan saya di Pontianak, pernyataan bapak tidak tepat. Mungkin laporan ke Pak Ganjar kurang lengkap. Kebijakan makan gratis itu lebih strategis, itu maksud saya,” ujarnya.

Senada dengan Ganjar Pranowo, calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menyebut, pembayaran UKT melalui pinjaman daring adalah masalah besar di pendidikan tinggi era ini.

Menurut dia, penurunan bantuan anggaran pemerintah ke perguruan tinggi membuat kampus mengandalkan peningkatan kuliah untuk biaya operasional kampus. Akibatnya, para pengajar disibukkan dengan berbagai masalah administrasi, salah satunya mencari sumber pendapatan baru.

Perguruan tinggi dinilai menjadi salah satu sumber pembentuk kelas menengah di Indonesia karena menjadi eskalator sosial ekonomi bagi masyarakat kelas bawah. Karena itu, apabila terpilih nanti, Anies menginginkan agar pemerintah mengambil porsi yang besar dalam penganggaran perguruan tinggi.

”Masyarakat mendapatkan kesempatan dan para dosen bisa fokus untuk pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat,” ujarnya.

Debat terakhir ini mengambil tema kesejahteraan sosial, kebudayaan, pendidikan, kebudayaan, pendidikan, teknologi informasi, kesehatan, ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan inklusi.

Komisi Pemilihan Umum menunjuk beberapa ahli sebagai panelis dalam debat, antara lain, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Aminuddin Syam, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Asep Saepudin Jahar, inisiator Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Bahrudin, dan Penasihat Southeast Asia Freedom of Expression Network Damar Juniarto.

Selain itu, ada pula Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada Emiritus Laksono, sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, ahli teknologi informasi Onno Widodo Purbo, dan psikolog Reni Kusumowardhani.

Ada juga ahli seperti Sekretaris Jendral Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, aktivis disabilitas Tolhas Damanik, pengajar lingkungan di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Tukiman Tarunasayoga, dan Guru Besar bidang Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Indonesia Vina Adriany. (rel/kompas)

Bacaan Lainnya: