Scroll untuk baca artikel
Langkatoday.com
langkatoday.com
NasionalPeristiwaPolitik

Pukulan Keras Jenderal Nasution pada Letkol Untung Cs usai Lolos dari G30S PKI, Ini Perintahnya pada Soeharto

Avatar photo
×

Pukulan Keras Jenderal Nasution pada Letkol Untung Cs usai Lolos dari G30S PKI, Ini Perintahnya pada Soeharto

Sebarkan artikel ini

Ikuti kami di Google News dan WhatsApp Channel

Langkatoday.com – Pagi buta, 1 Oktober 1965, pasukan Cakrabirawa dengan sandi pasopati pimpinan Lettu Doel Arif itu mengepung rumah di jalan Teuku Umar 40, Jakarta. Sang pemilik rumah adalah Jenderal Nasution yang kala itu menjabat sebagai Menhankam Pangab.

Scroll untuk Baca Artikel
sejasa.net
Scroll untuk Baca Artikel

Berondongan tembakan senapan laras panjang yang dilepaskan pasukan penculik itu merobek ketenangan pagi di bilangan Teuku Umar.

Di dalam rumah itu, seisi penghuni terjaga, tak terkecuali Jenderal Nasution yang tengah beristirahat bersama istri dan putri bungsunya Ade Irma Nasution.

Jenderal Abdul Haris Nasution adalah target utama G30S PKI yang harus ditangkap, perintah yang diterima Doel Arief dan pasukannya sangat jelas, “menangkap Nasution, hidup atau mati!”.

Sumber: wikipedia

Tapi takdir sejarah berkata lain, Sang Jenderal berhasil selamat pada detik-detik yang menegangkan, walaupun kemudian ia harus merasakan kepedihan, putri bungsunya Ade Irma Suryani, tertembus peluru, gugur menjadi perisai bagi sang ayah.

Peneliti asal Amerika Serikat, Victor M. Fic, dalam bukunya “Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah Studi Tentang Konspirasi”, menceritakan bagaimana Jenderal Nasution berupaya meloloskan diri dari sergapan pasukan Letnal Doel Arif.

Pukul 06.00, Nasution keluar dari persembunyiannya di sekitar rumah Dr. Leimena, di Jalan Teuku Umar 36. Ia masuk lewat pagar ke rumahnya sendiri di Jalan Teuku Umar 40.

Dari rumahnya, Nasution kemudian dibawa dengan mobil oleh Letnan Kolonel Hidajat Wirasondjaja, Komandan Staf Markas Besar AD, ajudannya Mayor Sumargono dan ipar laki-laki Nasution, Bob Sunarjo Gondokusomo, ke persembunyian baru yang terletak tidak jauh dari kantor Staf Angkatan Bersenjata.

Nasution harus terus berlari dari kejaran pasukan pembunuh. Demi keamanan dirinya, Jenderal yang telah kenyang di berbagai medan pertempuran itu harus tiarap di lantai mobil saat dibawa keluar dari kawasan Teuku Umar.

” Mereka khawatir para pembunuh akan terus mengejar Nasution untuk kembali mencoba membunuhnya jika ia dibiarkan di rumahnya atau di sekitar situ. Kekhawatiran mereka ternyata beralasan, karena tidak lama setelah Nasution lolos seorang anggota Tjakrabirawa datang ke rumahnya mencari dia dan menanyakan di mana Nasution.” tulis Victor.

Pembalasan Sang Jenderal yang Terluka

Di rumah persembunyiannya pada 1 Oktober 1965, Nasution mendengar dari radio pada pukul 08.00 siaran ulang Pengumuman Dewan Revolusi, yang ditandatangani Letkol Untung.

Ia kemudian memerintahkan kepada Letkol Hidajat Wirasondjaja untuk mencari informasi lebih lanjut tentang situasi Jakarta saat itu.

“Dalam hubungan ini, letkol itu pergi ke Kostrad, di situ ia bertemu dengan Soeharto dan Umar, dan melaporkan kepada mereka mengenai keadaan Nasution dan bahwa ia sehat wal’afiat dan sedang bersembunyi, karena anak buah Untung masih mencari-cari dia.” tulis Victor dalam bukunya.

Soeharto dan Umar kemudian memberikan juga informasi kepada Hidajat mengenai apa yang telah terjadi, dan ini kemudian disampaikan Hidajat kepada Nasution sekembalinya dari Kostrad.

Foto: Jenderal Nasution (kiri) dan Mayjen Soeharto (kanan) – Dok Wikipedia

Pada waktu bersamaan, Nasution memperoleh informasi dari sumber-sumber lain mengenai operasi Letkol Untung. Karena ada petunjuk-petunjuk keterlibatan PKI dalam kejadian itu, ia memerintahkan Hidajat untuk kembali ke Kostrad sekitar pukul 09.00, membawa perintah untuk dijalankan Mayjen Soeharto.

Sebagai Menko Hankam/KASAB, Nasution memerintahkan Soeharto untuk mengidentifikasi dan melokalisir pasukan musuh, menutup semua jalan masuk ke kota Jakarta, dan meminta bantuan dari pasukan dari Divisi Siliwangi.

Nasution juga memerintahkan Soeharto menggunakan RRI Bandung untuk membantah adanya Dewan Jenderal, mencari informasi tentang keadaan Presiden Soekarno, serta membangun kordinasi dengan kesatuan militer lain selain Angkatan Udara.

Begitu Untung menyiarkan susunan Dewan Revolusi pada pukul 14.00, Nasution memutuskan bahwa harus diambil tindakan cepat dan langsung terhadap Letkol Untung di semua front oleh Angkatan Darat dan bahwa angkatan-angkatan lain harus diperintahkan untuk ikut serta.

Hari pertama G30S PKI, dengan cepat Nasution dan Soeharto berhasil memegang kendali di lapangan, pada petang harinya stasiun RRI direbut oleh pasukan RPKAD pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.

Sebagaimana yang dikisahkan oleh sejarawan Salim Said dalam bukunya “Dari Gestapu ke Reformasi, Serangkaian Kesaksian” Pasukan RPKAD yang merebut RRI itu berada di bawah komando Letnan Dua Sintong Panjaitan, komandan peleton dari Kompi Oerip Soetjipto pasukan RPKAD atau sekarang dikenal sebagai Kopassus.

“Ketika Sintong dan pasukan Baret Merah tiba di RRI, orang-orang Gestapu memang sudah pada pergi. Itulah penjelasannya mengapa pengambilalihan stu dio pusat RRI tidak mengguna kan kekerasan.” tulis Salim Said.

Usai RRI berhasil direbut, teks pengumuman pertama yang dibacakan Soeharto kepada rakyat adalah mengutuk kudeta yang dilakukan oleh Letkol Untung, bahwa GESTAPU telah menculik enam jenderal dan merebut kekuasaan negara, tetapi Presiden selamat dan situasi di Jakarta dan provinsi berada di bawah kendalinya.

Ia selanjutnya mengatakan bahwa ia telah mengambil alih komando Angkatan Darat (AD) untuk sementara, dan bahwa Angkatan Laut dan Kepolisian bekerja sama dengan AD untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Siaran ini jelas membawa dampak yang sangat besar di provinsi-provinsi, karena memberi tahu kelompok-kelompok pemberontak di situ bahwa GESTAPU di ibu kota Jakarta telah tumbang.

Akibatnya, kelompok-kelompok yang belum memulai operasi menghentikan persiapan-persiapannya, sedangkan kelompok-kelompok yang sudah merebut kekuasaan mulai mundur untuk menghapus jejak.

Setelah siaran radio Soeharto itu, Nasution, sebagai Menko Hankam/KASAB memerintahkan Angkatan Laut dan Kepolisian untuk bekerja sama penuh dengan Angkatan Darat yang sekarang berada di bawah komando Mayjen Suharto, untuk menumpas GESTAPU di ibu kota dan di seluruh negeri.

Hari itu, Nasution berada di Kostrad sampai sekitar 01.00 pada 2 Oktober, dan mendapat laporan tentang kekalahan GESTAPU di Semarang, Bandung, Yogyakarta, Solo dan tempat-tempat lain.

Pada hari kedua, pasukan RPKAD dan batalyon lainnya yang telah dikonsolidasikan oleh Kostrad kemudian menyerbu dan merebut kawasan Halim, jantung operasi G30S PKI.

Suasana saat RPKAD menyerbu Halim itu juga diungkapkan Suparjo dalam surat rahasianya kepada Omar Dhani yang gagal diselundupkan ke dalam penjara.

“Kawan-kawan pimpinan dari “G-30-S” kumpul di LB (Lubang Buaya). Kesatuan RPKAD mulai masuk menyerang, keadaan mulai “wanordelijk” (kacau). Pasukan-pasukan pemuda belum biasa menghadapi praktek perang sesungguhnya.” ungkap Suparjo.

Dengan demikian berakhir sudah petualangan G30S PKI dalam rencana Kudeta tersebut. Hanya dalam hitungan jam, Kudeta tersebut gagal akibat pukulan keras dari duet NATO atau Nasution-Harto, seperti yang disebut Suparjo dalam suratnya itu.

Hari-hari berikutnya adalah masa yang kelam, tidak hanya bagi para pimpinan operasi militer G30S PKI dan pasukan yang terlibat di dalamnya, tapi juga bagi jutaan orang yang secara sadar ataupun tidak telah bersinggungan langsung dengan ideologi Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Sumber: tvonenews

www.domainesia.com