Baitul Maqdis dan Peradaban Ilmu Islam

Oleh: Ustadz Nur Fajri hafizhahullah

LANGKATODAY.com – Setelah ‘Umar bin Khatthab berhasil ‘membebaskan Al-Quds’ banyak para sahabat Nabi yang berdatangan dan tinggal di sana. Tidak diragukan lagi keutamaan mereka dari sisi ilmu dan wawasan keislaman. Salah satu sahabat Nabi yang menetap di sana dan bahkan wafat di tanah yang diberkahi itu adalah ‘Ubadah bin Shamit. Beliau diberi amanah menjadi hakim di sana. Umar juga memerintahkannya untuk mengajar di Baitul Maqdis.

Di abad ke 5 hijriyah Baitul Maqdis menjadi pusat ilmu dan semua kegiatan keilmuan, khususnya ilmu Hadits dan Fiqih. Ada ahli sejarah memberi keterangan bahwa ketika itu di Baitul Maqdis ada 360 guru. Salah satu ahli hadits terkenal ketika itu adalah Imam Abdullah bin Fairuz Ad-Dailami. Hadits-hadits yang diriwayatkan darinya, ada di dalam Sunan Abu Dawud, Nasa-i dan Ibnu Majah. Adapun contoh ahli Fiqihnya adalah Imam ‘Abdul Wahid bin Ahmad As-Syirazi Al-Maqdisi.

Kedudukan Baitul Maqdis sebagai salah satu sumber ilmu Islam ketika itu terhenti ketika Baitul Maqdis tidak lagi dikuasai umat Islam, yaitu pada tahun 492 H hingga tahun 583 H. Masa keemasan itu kembali ketika Shalahuddin berhasil menguasainya kembali, pada tahun 583 H. Shalahuddin sangat perhatian dengan ilmu dan ulama.

Namun gemerlap ilmu tersebut kembali meredup di masa ‘Utsmaniyah, yaitu pada tahun 923 H sampai 1336 H. Banyak para guru yang pindah ke Al-Azhar, Mesir. Meskipun demikian kegiatan belajar dan mengajar di Baitul Maqdis tetap berjalan.

Pada tahun-tahun pertama abad 20 M, bangkit kembali semangat menghidupkan sekolah-sekolah Islam yang sudah tua. Bahkan di awal masa penjajahan Inggris sempat muncul kembali rencana mendirikan jami’ah Al-Masjid Al-Aqsha. Akan tetapi hal itu terhalang oleh politik Inggris.

Sumber :

Kitab “Tahshilul Unsi Li Zairil Qudsi”, karya Ibnu Hisyam Al-Anshari, ditahqiq oleh ‘Isa Al-Qaddumi dan Khalid Nawashirah, Markiz Baitil Maqdis, Lid Dirasat At-Tautsiqiyyah, Siprus, 2010.

Bacaan Lainnya: