Stabat, Langkatoday.com – Di bawah terik matahari yang berganti hujan deras, warga Desa Lalang, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat, masih bertahan hidup di pengungsian darurat seadanya.
Hingga Rabu (10/12), puluhan keluarga tidak memiliki tenda pengungsian layak dan terpaksa tinggal di pinggir jalan, berlindung hanya di bawah terpal-terpal tipis yang mereka rakit sendiri.
Di sepanjang ruas jalan desa itu, terlihat deretan tiang kayu yang disambungkan dengan tali nilon, menjadi rangka darurat bagi terpal yang bergelombang ditiup angin. Lantai tanah masih basah oleh sisa genangan banjir. Di atasnya, tikar plastik dan kardus menjadi alas tidur satu-satunya.
Anak-anak duduk berkerumun, sebagian masih mengenakan pakaian lembap. Ibu-ibu memasak mie instan dengan tungku darurat. Sementara para lelaki sibuk menghalau genangan kecil yang mulai masuk kembali dari samping jalan.
“Ini saja sudah syukur,” ujar Suriadi (42), warga Lalang yang mengaku rumahnya masih terendam lumpur.
“Tenda dari pemerintah belum ada. Kami pakai terpal sendiri. Kalau hujan, basah semua. Kalau angin kencang, terpal terangkat.” tambahnya.
View this post on Instagram
Malam yang Dingin, Siang yang Menyengat
Pengungsian pinggir jalan itu tidak memiliki pembatas. Kendaraan besar yang melintas membuat angin berhembus kencang, mengangkat terpal dan membuat warga panik memperbaiki penyangga setiap beberapa jam.
Pada malam hari, hawa lembap dari sisa banjir membuat tubuh warga menggigil.
Pada siang hari, panas terik menghantam langsung karena terpal tipis tidak mampu meredam suhu.
“Anak saya batuk dan demam,” kata seorang ibu sambil mengipasi balitanya. “Kami butuh tenda yang benar. Terpal ini tidak kuat.”
Kondisi Sanitasi Mengkhawatirkan
Tidak ada toilet darurat.
Tidak ada dapur umum.
Air bersih datang tidak menentu.
Warga terpaksa menggunakan fasilitas seadanya. Sebagian berjalan jauh untuk mendapatkan air, sebagian lain bergantung pada bantuan relawan yang datang sporadis.
“Kalau malam susah sekali,” ujar Rahma (33). “Gelap, banyak nyamuk, dan anak-anak takut.”
Menunggu Kehadiran Negara
Sejak banjir pertama kali melanda, Desa Lalang menjadi salah satu titik terparah. Namun hingga hari ini, tenda pengungsian standar BPBD yang seharusnya menjadi fasilitas dasar tanggap darurat belum terlihat.
Warga berharap pemerintah kabupaten bisa segera turun langsung memastikan kebutuhan pengungsian yang layak, bukan sekadar logistik, tetapi juga tempat yang aman dan manusiawi untuk bertahan.
“Sampai kapan kami begini?” kata seorang warga lain. “Rumah belum bisa ditempati, tapi tempat mengungsi saja tidak layak.”
Di pinggir jalan itu, terpal-terpal biru dan oranye terus bergoyang diterpa angin sore.
Pengungsian yang seharusnya hanya sementara kini berubah menjadi gambaran pedih: warga bertahan, negara tertinggal.
.png)





