STABAT, LANGKATODAY – Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa Pemkab Langkat belum menetapkan status kedaruratan membuat publik terkejut. Menurut BNPB, ketiadaan penetapan itulah yang membuat pemerintah pusat menilai Pemkab Langkat masih mampu menangani sendiri banjir besar yang telah merendam wilayah itu sejak akhir November.
Namun berbeda dengan pernyataan BNPB, Pemkab Langkat justru mengklaim sudah menetapkan Status Tanggap Darurat melalui SK Nomor 360-03/K/2025 tertanggal 28 November 2025. Klaim itu disampaikan Kadiskominfo Langkat, Wahyudiharto, kepada tim Langkatoday.com, Ahad (30/11) malam.
View this post on Instagram
Tidak Ada Rilis Resmi, Tidak Ada Jumpa Pers

Saat ditanya mengapa tidak ada rilis pers, pengumuman resmi, atau konferensi pers mengenai penetapan status darurat tersebut, Wahyudiharto memberi jawaban yang jauh dari substansi.
“Untuk layanan tanggap darurat, kita sudah ada hotline 112 yang aktif 1×24 jam bebas pulsa,” ujarnya.
Ketika dipertegas mengapa informasi status darurat tidak disampaikan ke publik minimal dua hari setelah bencana, Wahyudiharto kembali mengalihkan jawaban: “Layanan 112 sudah ada sejak 2022.”
Alih-alih menjelaskan soal keterlambatan informasi, absennya komunikasi resmi, atau minimnya transparansi, jawaban yang diberikan justru semakin mempertebal dugaan bahwa Pemkab Langkat memang tidak siap menghadapi bencana — bahkan untuk urusan komunikasi dasar sekalipun.
SK Tanggap Darurat Dikeluarkan, Pejabat Malah Hadir di Acara Seremonial
View this post on Instagram
Klaim Pemkab Langkat bahwa SK Tanggap Darurat terbit pada 28 November 2025 juga menimbulkan tanda tanya besar.
Pada hari yang sama, Bupati Langkat Syah Afandin justru terlihat menghadiri acara Penghargaan dan Apresiasi Mitra Kerja Bank Indonesia Sumut 2025 di Hotel Adimulia, Medan.
Sementara ribuan warga masih terjebak banjir, akses jalan terputus, dan bantuan belum merata, Bupati malah hadir di acara penghargaan yang tidak berkaitan dengan penanganan bencana.
Keesokan harinya, Wakil Bupati Langkat Tiorita Br. Surbakti juga tidak berada di pusat komando penanganan banjir. Ia memilih hadir dalam wisuda anaknya di Universitas Sumatera Utara (USU) pada 29 November.
Dua hari berturut-turut pimpinan tertinggi daerah tidak berada di lokasi bencana, justru muncul di panggung seremonial dan acara keluarga. Fakta ini makin memperkuat kesan bahwa deklarasi “tanggap darurat” hanya ada di atas kertas — bukan di lapangan.
View this post on Instagram
Minim Transparansi, Minim Kehadiran, Minim Kepemimpinan
Banjir di Langkat telah berlangsung berhari-hari, ribuan warga mengeluhkan kurangnya makanan, air bersih, listrik, dan komunikasi darurat. Di tengah situasi genting itu, Pemkab Langkat bukannya tampil memimpin, tetapi malah gagal menjelaskan informasi dasar yang seharusnya diketahui publik:
- Kapan status darurat diumumkan?
- Mengapa tidak ada rilis resmi kepada warga?
- Siapa yang memimpin penanganan di lapangan?
- Mengapa pejabat puncak justru terlihat di acara seremonial?
Sementara BNPB menyatakan tidak menerima laporan resmi mengenai penetapan status darurat, Pemkab Langkat mengaku sudah mengeluarkan SK — tetapi tanpa publikasi, tanpa konferensi pers, tanpa sosialisasi.
Hasilnya: kekacauan informasi yang merugikan warga terdampak.
Celah komunikasi antara Pemkab Langkat dan pemerintah pusat bukan hanya persoalan administrasi, tetapi persoalan kepemimpinan dan tanggung jawab publik. Ketika warga masih terjebak banjir, pejabat daerah justru terlihat absen dari lapangan.
Pemkab Langkat punya banyak hal untuk dijelaskan. Dan publik, yang selama empat hari bertahan dalam banjir tanpa kepastian, berhak mengetahui kebenaran sepenuhnya.


.png)





