JAKARTA, LANGKATODAY – Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) yang baru disahkan, jamaah kini dimungkinkan untuk berangkat menggunakan visa haji nonkuota secara mandiri.
Namun, Kementerian Haji dan Umrah menegaskan bahwa yang dimaksud dengan visa nonkuota adalah visa furoda atau mujamalah yang diberikan langsung oleh Kerajaan Arab Saudi.
Juru Bicara Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) Ichsan Marsha menjelaskan, visa nonkuota ini tetap memiliki aturan ketat sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU PIHU.
“Visa haji nonkuota yang dimaksud ini kaitannya dengan visa furoda atau mujamalah,” ujar Ichsan seperti dilansir dari media Republika.co.id, Ahad (9/11).
Dalam Pasal 18 ayat 1 dijelaskan, visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota dan visa haji nonkuota. Warga negara Indonesia yang mendapatkan visa nonkuota wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau melaporkan visa dan paket layanan kepada Menteri Agama.
Selain itu, PIHK yang memberangkatkan jamaah menggunakan visa nonkuota wajib membuat perjanjian tertulis dengan jamaah serta melapor kepada Menteri.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai visa haji nonkuota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur dalam peraturan menteri,” bunyi Pasal 18 ayat 4.
Sementara itu, Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan bahwa Kerajaan Arab Saudi memang memiliki kuota haji nonkuota atau mujamalah.
“Itu yang sering disebut haji kuota mujamalah. Mujamalah itu artinya undangan,” jelas Dahnil dalam kanal YouTube-nya.
Menurutnya, jamaah yang menggunakan visa mujamalah biasanya merupakan undangan langsung dari Raja Arab Saudi, Duta Besar, atau Kementerian Haji Arab Saudi.
“Yang memberikan visa mujamalah ini adalah diskresi dari Raja. Bisa undangan Raja, Menteri Haji, atau Duta Besar,” ujarnya.
Lebih lanjut Dahnil juga menjelaskan, istilah visa furoda juga dikenal beberapa tahun terakhir, yang artinya mandiri (nafsi-nafsi).
“Jadi furoda ini mandiri, diberikan kuotanya oleh Pemerintah Arab Saudi juga, bukan dari Indonesia,” katanya.
Kebijakan baru ini menegaskan peran Pemerintah Indonesia sebagai regulator dan Pemerintah Arab Saudi sebagai pemberi visa. Meski disebut “mandiri”, jamaah tetap wajib melapor dan diatur secara resmi untuk menghindari penipuan yang sering terjadi dalam penyelenggaraan haji furoda.


.png)





