Scroll untuk baca artikel
Banner IDwebhost
Iklan
EKBISNasional

Klaim Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen Menuai Kritik: BPS Digugat, Publik Ragukan Realita Lapangan

290
×

Klaim Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen Menuai Kritik: BPS Digugat, Publik Ragukan Realita Lapangan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi PHK
channel whastapp langkatoday

Jakarta, Langkatoday – Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 yang diklaim Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 5,12 persen menimbulkan polemik.

Sejumlah pengusaha dan ekonom menilai angka tersebut tidak sejalan dengan kondisi riil di lapangan yang justru memperlihatkan gelombang PHK massal, kontraksi manufaktur, hingga melonjaknya proporsi pekerja informal.

Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengakui capaian pertumbuhan patut disyukuri. Namun, ia menegaskan bahwa realitas ekonomi tidak seindah angka statistik.

“Jelas kami bersyukur bisa tumbuh 5,1 persen. Tapi tantangannya besar. PMI manufaktur kita kontraksi empat bulan berturut-turut sejak April, pabrik tekstil banyak tutup, PHK terjadi di mana-mana,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).

Celios Gugat ke PBB

Kecurigaan terhadap data BPS semakin tajam ketika Center of Economic and Law Studies (Celios) meminta United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission mengaudit angka pertumbuhan Indonesia.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai data BPS tidak sinkron dengan indikator lain, terutama di sektor manufaktur.

“BPS melaporkan industri pengolahan tumbuh 5,68 persen, padahal PMI kontraksi. Porsi manufaktur terhadap PDB justru turun dari 19,25 persen jadi 18,67 persen. Ini tanda deindustrialisasi prematur. Jadi apa dasar klaim tumbuh hampir 6 persen?” tegas Bhima.

Celios juga menyoroti risiko intervensi terhadap data resmi negara. Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar, menilai jika ada tekanan institusional terhadap BPS, maka hal itu melanggar prinsip fundamental statistik resmi PBB.

“Data yang dilebih-lebihkan bisa menyesatkan kebijakan. Pemerintah mungkin menunda subsidi atau stimulus karena menganggap ekonomi baik-baik saja,” katanya.

Respons BPS

Menanggapi kritik tersebut, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menegaskan bahwa data BPS jauh lebih komprehensif dibanding analisis pasar.

“Pertumbuhan 5,12 persen kami hitung dengan 1.508 variabel. Sementara analis biasanya hanya pakai 20 variabel. Dengan data yang jauh lebih lengkap, kami yakin akurasinya lebih terjamin,” ujarnya, Kamis (14/8/2025).

Istana: Jangan Framing Negatif

Kepala Presidential Communication Office (PCO), Hasan Nasbi, menilai keraguan publik lebih banyak dipengaruhi framing.

“Pertumbuhan kita positif, tapi ada yang melihatnya dari sisi negatif. Pemerintah jujur soal data. Kuartal I 2025 pertumbuhan turun ke 4,87 persen, itu tetap kita umumkan,” tegas Hasan, Kamis (7/8/2025).

Hasan juga mengingatkan agar publik tidak hanya terpaku pada konsumsi dan belanja pemerintah, melainkan memperhatikan data investasi. Ia menyebut hingga Agustus 2025, realisasi investasi sudah mencapai Rp942,9 triliun atau hampir 50 persen dari target Rp1.900 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja 1,25 juta orang.

Polemik Kredibilitas Statistik

Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah Indonesia benar-benar tumbuh stabil, ataukah angka 5,12 persen hanya cermin “statistik di atas kertas”?

Di satu sisi, pemerintah membutuhkan legitimasi angka pertumbuhan untuk menjaga kepercayaan pasar dan investor. Namun, di sisi lain, data yang dianggap tidak sinkron dengan realita justru bisa memperlemah kredibilitas BPS sebagai lembaga statistik resmi, baik di mata publik dalam negeri maupun komunitas internasional.