Jakarta, Langkatoday – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN resmi meluncurkan model pembinaan debitur baru bertajuk Business Process Improvement (BPI) Monoline Collection, sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi penagihan dan memperkuat penanganan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Model ini dikendalikan langsung oleh kantor pusat BTN dan akan diuji coba terlebih dahulu di wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Kanwil Jabalnusra) sebagai proyek percontohan. Peluncuran ini menjadi bagian dari agenda besar pembenahan tata kelola perusahaan serta inovasi bisnis berkelanjutan BTN.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menyebut BPI Monoline Collection merupakan bagian penting dari strategi BTN tahun 2025 dalam mengoptimalkan proses collection and recovery kredit. Ia menargetkan rasio NPL gross dapat ditekan hingga 3,04% pada akhir tahun.
“Masih ada sisa lima bulan. Setelah inisiatif ini digulirkan secara masif, harapannya bisa mendorong pencapaian target tersebut,” ujar Nixon, dikutip dari keterangan tertulis, Ahad (3/8/2025).
Nixon menjelaskan, tantangan risiko kredit saat ini semakin kompleks akibat faktor makroekonomi global, pasca pandemi, hingga dampak ketegangan geopolitik. Hal ini turut mendorong gelombang PHK, inflasi, dan biaya hidup tinggi yang memperberat beban debitur.
Untuk mengantisipasi hal itu, BTN merasa perlu melakukan transformasi menyeluruh terhadap proses bisnis. Salah satunya, penyempurnaan sistem penagihan agar lebih terfokus dan tidak tumpang tindih di tingkat kantor cabang.
“Biaya penagihan masih tinggi akibat transportasi dan inefisiensi lainnya. Dengan BPI ini, kita perkuat risk underwriting dan menjaga cost of credit tetap di bawah 1,2%,” tambahnya.
Inisiatif ini juga disebut sejalan dengan penguatan kapabilitas BTN menuju layanan perbankan yang lebih holistik. BTN kini tidak lagi hanya dikenal sebagai penyedia KPR, melainkan akan menghadirkan paket produk finansial yang lebih lengkap.
“Kita transformasi kantor cabang agar lebih fokus—baik untuk portofolio maupun transaksi. Tapi sebelum ke sana, kita bereskan dulu sisi collection-nya,” tutur Nixon.
Di sisi lain, Direktur Manajemen Risiko BTN, Setiyo Wibowo, menyatakan momentum peluncuran BPI sangat tepat karena kondisi makroekonomi dan kinerja BTN tergolong stabil.
Ia menilai, dengan turunnya tekanan suku bunga dan mulai stabilnya biaya dana, BTN dapat mengurangi kebutuhan alokasi cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).
“Kalau CKPN bisa ditekan, dana tersebut bisa kita alihkan untuk menghasilkan pendapatan dan meningkatkan profit,” ujar Setiyo.
BTN saat ini memiliki sekitar 2.000 staf dan tenaga collection di seluruh Indonesia. Perseroan juga berkomitmen memperkuat proses tersebut dengan benchmarking terhadap praktik terbaik perbankan global, termasuk penggunaan teknologi otomasi dan analitik.
“Saat ini banyak bank besar sudah mengotomasi proses collection, bahkan menggunakan chatbot. Kita juga akan menuju ke arah itu, dengan model regionalisasi atau cluster-based,” pungkas Setiyo.