STABAT, LANGKATODAY – Pemerintah Kabupaten Langkat akhirnya menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.3.4.2-9/Ekon/2025 yang melarang pedagang menaikkan harga dan menahan stok barang selama masa bencana. Surat itu diteken Bupati Syah Afandin pada 2 Desember 2025, atau hampir satu pekan setelah banjir besar melumpuhkan 15 kecamatan dan memicu kelangkaan BBM serta lonjakan harga kebutuhan pokok.
Namun alih-alih meredam keresahan warga, surat edaran tersebut justru memantik kritik tajam dari publik. Banyak warga menilai pemerintah telat bertindak, sebab kelangkaan BBM dan kenaikan harga sudah terjadi sejak hari pertama banjir melanda.
Di Kecamatan Stabat, misalnya, harga BBM eceran melambung hingga Rp20 ribu per liter, dua kali lipat dari harga normal. Pedagang beralasan mereka harus antre panjang di SPBU, sementara pemerintah justru baru mengeluarkan himbauan ketika harga terlanjur melambung.
“Ini seperti memadamkan api dengan kertas basah. Banjir sudah seminggu, harga sudah naik semua. Sekarang baru keluar edaran,” ujar Warimin di Paya Perupuk, Selasa (2/12).
Dalam surat edaran itu, Bupati meminta pedagang:
- Menjual barang dengan harga wajar.
- Tidak menimbun stok.
- Tidak melakukan praktik curang.
- Memberikan informasi harga secara transparan.
Namun bagi banyak warga, himbauan itu sekadar “administrasi setelah bencana,” bukan langkah cepat yang mampu menahan gejolak harga sejak awal.
Pengamat menilai, respons lambat ini menunjukkan lemahnya koordinasi Pemkab Langkat dalam mengantisipasi dampak lanjutan bencana. Kelangkaan BBM, kenaikan harga bahan pokok, hingga antrean panjang di SPBU seharusnya dapat diperkirakan dan ditangani lebih cepat.
“Krisis harga terjadi karena pemerintah tidak hadir sejak hari pertama. Ketika kelangkaan sudah parah, barulah mengeluarkan imbauan. Ini bukan mitigasi, ini reaksi terlambat,” ujar Rahmat seorang ekonom di Langkat.
Di berbagai kecamatan, masyarakat menilai langkah pemerintah tidak cukup kuat tanpa pengawasan nyata di lapangan.
“Kalau cuma himbauan, sama saja tidak ada. Yang dibutuhkan itu pengawasan dan operasi pasar, bukan kertas edaran,” kata Hendro.
Surat edaran itu memang berisi ancaman sanksi bagi pedagang yang melanggar. Tetapi warga ragu sanksi itu akan benar-benar ditegakkan, mengingat hingga kini belum ada tindakan terhadap pedagang yang menaikkan harga hingga 100%.
Banjir besar yang melanda Langkat bukan hanya merendam rumah, tetapi juga merontokkan tata kelola darurat Pemerintah Kabupaten Langkat. Dan surat edaran yang datang terlambat ini, bagi sebagian warga, hanyalah bukti terbaru dari lemahnya kesiapsiagaan birokrasi dalam menghadapi bencana.


.png)





