Jakarta, Langkatoday – Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan penghargaan Bintang Sakti kepada dua purnawirawan TNI, salah satunya adalah Darius Bayani.
Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas keberanian, kepahlawanan, dan pengabdian luar biasa dalam operasi militer.
Siapakah sosok Darius Bayani yang dijuluki “Rambo-nya Indonesia” ini?
Darius Bayani adalah seorang purnawirawan berpangkat Sersan Kepala (Serka) yang dikenal sebagai pahlawan dalam Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma pada tahun 1996.
Dalam operasi tersebut, Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus membentuk Tim Kasuari yang dipimpin langsung oleh Bayani.
Tim Kasuari yang beranggotakan putra-putra Papua ini ditugaskan untuk menembus wilayah paling sulit untuk menemukan lokasi penyanderaan.
Prajurit Kopassus Asli Papua
Dalam buku biografinya, “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto”, Prabowo menceritakan sosok Bayani sebagai prajurit yang tenang, berani, dan memiliki kemampuan luar biasa.
“Dia terkenal di Kopassus. Orangnya tenang, berani, memiliki kemampuan luar biasa dalam menembak dan memiliki kemampuan membaca jejak,” tulis Prabowo.
Bayani memiliki cara unik dalam bertugas. Dia sering kali tidak menggunakan sepatu dan hanya mengenakan celana pendek. Penyamarannya ini membuatnya bisa menyusup ke wilayah musuh tanpa dicurigai, karena musuh menganggapnya sebagai bagian dari mereka.
Berkat taktik ini, Bayani berhasil merebut lebih dari 100 pucuk senjata dari tangan musuh.
Kisah keberaniannya yang paling menakjubkan adalah saat ia menyusup sendirian ke kamp musuh tanpa senjata, merebut senapan dari tangan para penjaga, mengalahkan mereka, dan membawa mereka kembali sebagai tahanan.
Kisah inilah yang membuat Prabowo menjulukinya sebagai “Rambo-nya Indonesia”.
Naluri Prajurit Mengalahkan Teknologi Canggih
Operasi Mapenduma sangatlah sulit karena lokasi penyanderaan berada di tengah hutan belantara. Saat itu, TNI belum memiliki teknologi canggih seperti satelit, drone, atau peta topografi yang memadai.
Menjelang akhir operasi, Prabowo dihadapkan pada dua pilihan. Tim intelijen meyakini para sandera berada di salah satu dari enam titik, sementara tim peninjau dari Inggris dengan teknologi canggihnya memberikan koordinat yang berbeda.
Dalam kebimbangan, Prabowo memutuskan untuk bertanya kepada orang yang paling mengenal wilayah itu, Serka Bayani. Dengan logat Papua yang khas, Bayani menjelaskan bahwa titik koordinat yang diberikan tim Inggris berada di gunung tinggi tanpa air.
“Bapak, jangankan Kelly Kwalik (pemimpin OPM saat itu), monyet pun tidak mau tinggal di situ,” kata Bayani, yang ditirukan oleh Prabowo.
Penjelasan Bayani yang masuk akal membuat Prabowo memutuskan untuk menyerang di enam titik yang telah ditentukan oleh tim intelijen. Keputusan ini terbukti benar. Operasi Mapenduma berhasil membebaskan sandera, meskipun tiga orang di antaranya meninggal. Sementara itu, semua warga negara asing berhasil diselamatkan.
Prabowo bersyukur telah mengikuti naluri prajuritnya sendiri. Seorang perwira Inggris bahkan berkomentar, “Hanya James Bond yang bisa melakukan ini.” Kesuksesan operasi ini adalah bukti nyata bahwa naluri prajurit, yang didukung dengan pemahaman mendalam terhadap medan, sering kali lebih berharga daripada teknologi paling canggih sekalipun.