Stabat, Langkatoday.com – Jumlah korban meninggal akibat banjir besar yang melanda Kabupaten Langkat kembali bertambah. Hingga Selasa, (9/12) pukul 15.00 WIB, tercatat 13 warga meninggal dunia sejak banjir mulai melanda pada 26 November lalu.
Bencana yang telah berlangsung lebih dari dua pekan ini merendam 16 kecamatan, 142 desa, dan 27 kelurahan, namun hingga hari ini masih menyisakan genangan di sejumlah titik kritis.
Sebaran Korban Jiwa
Korban terbanyak tercatat di Kecamatan Babalan (6 orang), disusul Kecamatan Besitang (6 orang), dan Kecamatan Tanjung Pura (1 orang).
Tragedi ini tidak hanya menelan korban akibat derasnya arus, tetapi juga karena kelelahan ekstrem, syok, keterlambatan evakuasi, serta penyakit penyerta yang tidak tertangani dengan cepat.
Wilayah Tanjung Pura dan Hinai disebut sebagai titik terparah, dengan ketinggian air yang masih mencapai 50–100 sentimeter.
“Kondisi di Tanjung Pura dan Hinai masih terdapat tinggi debit air yang mencapai 50–100 sentimeter,” kata Kepala BPBD Langkat, Muhammad Ansyari, Rabu (10/12).
Upaya Pemerintah Dipertanyakan
Pemkab Langkat mengklaim telah melakukan sejumlah langkah percepatan: distribusi sembako, air bersih, layanan kesehatan, hingga logistik melalui jalur darat dan air.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebagian warga masih kesulitan mengakses makanan, layanan medis, dan tempat tinggal layak.
Genangan yang bertahan lebih dari dua minggu menimbulkan masalah baru: penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan, kelelahan massal, hingga tekanan psikologis, terutama pada anak-anak dan lansia.
Pemerintah daerah juga menyebut telah menutup tanggul Sungai Besilam yang jebol sepanjang 15 meter di Dusun X Mekar Sari, Desa Mekar Jaya, Kecamatan Wampu. Namun upaya ini dinilai terlambat, mengingat tanggul jebol menjadi salah satu penyebab meluasnya genangan.
Status Darurat Diperpanjang, Tapi Warga Masih Menunggu Kepastian
Karena kondisi belum stabil, Pemkab Langkat kembali memperpanjang status tanggap darurat hingga 16 Desember 2025.
Namun pertanyaan mendasar dari publik masih menggantung:
- Mengapa korban terus bertambah?
- Mengapa air belum surut signifikan setelah dua pekan?
- Di mana percepatan nyata yang dijanjikan?
Lebih dari sekadar data, 13 nyawa yang hilang adalah potret mahalnya harga keterlambatan.
Dan Langkat hari ini tidak hanya dilanda banjir, tetapi juga krisis ketanggapan.
.png)





