Scroll untuk baca artikel
Sejasa Net
Iklan Bapenda Provsu
Berita

Intervensi terhadap Jurnalis Pengkritik Penanganan Banjir Langkat Diduga Dilakukan “Tim Media Pejabat”

5662
×

Intervensi terhadap Jurnalis Pengkritik Penanganan Banjir Langkat Diduga Dilakukan “Tim Media Pejabat”

Sebarkan artikel ini
channel whastapp langkatoday

STABAT, LANGKATODAY – Di tengah kepanikan warga Tanjung Pura akibat banjir bandang yang belum tertangani dengan baik, sebuah persoalan lain justru mencuat: dugaan intervensi terhadap jurnalis yang mengkritik lambatnya respons pemerintah.

Ironisnya, tekanan tersebut diduga datang bukan dari pejabat, melainkan dari sesama jurnalis yang tergabung dalam tim media Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.

Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa intervensi bermula setelah seorang jurnalis independen menyoroti minimnya bantuan Pemkab Langkat pada hari-hari awal bencana.

Kritik itu diduga membuat beberapa anggota tim media pemerintah “turun tangan” melakukan tekanan agar pemberitaan tak memperburuk nama pejabat terkait.

Wartawan Merapat ke Publik, Bukan ke Pejabat

Ahli Pers Dewan Pers, Nurhalim Tanjung, menilai dugaan intervensi ini sebagai tindakan yang sangat serius. Melalui pesan WhatsApp, Selasa (2/12), ia menegaskan bahwa posisi jurnalis jelas: berada di pihak publik, bukan pejabat.

“Wartawan sejatinya merapat ke publik, bukan ke pejabat yang justru membutuhkan kritik dari wartawan agar tugas pelayanan publiknya berjalan dengan baik,” kata Nurhalim.

Ia mengingatkan bahwa setiap upaya menghalangi kerja jurnalistik adalah pelanggaran hukum, sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat (2) dan (3).

“Ada sanksinya itu. Pelakunya bisa dipidana dua tahun atau dikenai denda Rp500 juta sesuai Pasal 18 Ayat (1),” ujarnya.

Nurhalim menyayangkan jika pelaku intervensi justru berasal dari profesi yang sama. Menurutnya, tindakan tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik sekaligus merampas hak publik untuk memperoleh informasi yang dijamin undang-undang.

“Kalau mereka sungguh-sungguh wartawan, pahamilah UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Pemberitaan Media Siber, dan seluruh aturan turunan Dewan Pers,” tambahnya.

“Wartawan mestinya saling mendukung, bukan saling menelikung.”

Dunia Kampus Ikut Angkat Suara

Dekan FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Dr. Arifin Saleh, ikut menyampaikan keprihatinan. Ia menegaskan kampus tidak akan tinggal diam jika terbukti ada alumni yang menjadi pelaku intervensi.

“Apalagi jika korban intervensi juga alumni FISIP UMSU yang berprofesi sebagai wartawan tetapi tidak merapat ke pejabat di Sumut,” ujar Arifin.

Ia menambahkan bahwa sesama alumni dan sesama jurnalis seharusnya saling menghargai, bukan sebaliknya.

Arifin juga memberi dorongan moral kepada para jurnalis di Sumut agar tetap menjalankan peran penting mereka di tengah bencana.

“Ayo semangat. Kita memang harus terus berbuat untuk membantu saudara-saudara kita yang terdampak banjir, sesuai kemampuan kita masing-masing.”

Arifin mengapresiasi laporan yang diterima kampusnya, menyebutnya sebagai bagian dari upaya saling mengingatkan dalam menjaga marwah profesi jurnalistik.

Ancaman Etik di Tengah Bencana

Kasus ini menambah daftar panjang persoalan penanganan banjir Langkat yang dinilai karut-marut: data korban lambat diumumkan, bantuan tersendat, dan kini dugaan pembungkaman jurnalis.

Di tengah bencana yang merendam 16 kecamatan, suara publik justru terancam dipersempit oleh manuver komunikasi sejumlah oknum.

Dugaan intervensi ini menjadi peringatan keras bahwa kebebasan pers bisa terancam bukan hanya dari penguasa, tetapi juga dari dalam tubuh profesi itu sendiri.