KontraS Sumut: Putusan Ringan Kasus Kerangkeng Manusia Langkat Melukai Rasa Keadilan Korban

Rahmat Muhammad – BP KontraS Sumut

Langkatoday.com, StabatPersidangan Kasus Kerangkeng Langkat telah diputus oleh Majelis Hakim, dengan menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dewa Peranginangin, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu, dan Iskandar Sembiring selama 1 tahun 7 bulan. Kesemuanya terbukti bersalah menyiksa hingga tewas penghuni kerangkeng Sarianto Ginting, dan Abdul Sidik Isnur alias Bedu.

Majelis hakim menyatakan keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Sedangkan keempat terdakwa lainnya Terang Ukur Sembring, Jurnalista Surbakti, Suparman Peranginangin, dan Rajes Ginting telah terbukti bersalah melakukan tindak Pidana Perdagangan Orang dengan vonis 3 tahun penjara, pada Rabu (30/11).

Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad menerangkan bahwa ringannya putusan majelis hakim terhadap para pelaku kasus kerangkeng langkat telah melukai rasa keadilan korban, korban yang kami dampingi merasa tidak puas dengan putusan yang di jatuhkan oleh majlis hakim.

“Keempat korban yang kami dampingi merasa bahwa putusan itu sangat ringan, salah satu dari mereka bahkan merasa takut jika kemudian para pelaku keluar lebih cepat dan akan berdampak pada keamanan dirinya dan keluarga.” Ujar Rahmat.

Rahmat mengatakan bahwa putusan rendah hakim sudah terlihat sejak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), diketahui bahwa JPU menuntut terdakwa Dewa Rencana Perangin-angin CS dengan Pasal 351 ayat (3) juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Dengan tuntutan 3 tahun penjera pada Senin (14/11/22).

Dan untuk perkara TPPO, JPU hanya menuntut 8 tahun penjara dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Selasa (23/11/22).

KontraS Sumut, yang sedari awal melakukan Investigasi dan pemantauan proses persidangan kasus kerangkeng manusia Langkat memberikan tanggapan terkait rendahnya putusan majelis hakim. Setidaknya ada 5 kritikan terhadap proses persidangan kasus kerangkeng Langkat.

Pertama, Putusan 1 tahun 7 bulan tahun terhadap Dewa Peranginangin CS dengan dalih pemberian restitusi dan pemaafan dari keluarga korban bukanlah salah satu alasan peringanan hukumam. Bagi kami sesungguhnya pemberian restitusi tidak berkorelasi dengan ringannya tuntutan dan putusan, pertanggungjawaban restitusi adalah hak yang memang seharusnya diberikan oleh pelaku tindak pidana terhadap korban kejahatan, dan itu tidak berkorelasi dengan ringannya putusan yang dijatuhkan.

Kedua, Dewa Perangin-angin CS hanya putus bersalah melanggar Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, padahal JPU seharusnya dapat menuntut dengan pasal 170 dimana dalam fakta persidangan para saksi menyatakan fakta bahwa Dewa CS juga turut serta secara bersama-sama telah melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap korban Sarianto Ginting (SG). Yang artinya JPU bisa seharusnya menerapkan tuntutan pasal 170 ayat (3) pada kasus tersebut, begitupun dengan putusan majelis hakim.

Ketiga, Ringannya pasal yang dikenakan terhadap Dewa sedari awal sudah keliru, dari hasil investigasi kami, stidaknya baik secara langsung ataupun tidak, terdakwa Dewa telah turut serta dalam kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dimana para korba dipekerjakan di pabrik dan perkebunan sawit pada perusahaan atas nama Dewa Perangi-angin (PT DRP) tersebut. Sialnya, dalam dakwaan JPU hanya mengenakan pasal pidana biasa atas keterlibatan Dewa.

Keempat, Tuntutan 8 tahun terhdap kasus TPPO juga sangat aneh, pasalnya JPU tidak memasukan Dakwaan pasal 10 UU No 21 tahun 2007, tetapi yang dikenakan adalah pasal 7 dimana ada korban meninggal dalam kasus itu. Perubahan pasal tuntutan JPU menurut hemat adalah adalah bentuk ketidak profesionalan JPU dalam kasus kerangkeng langkat.

Kelima, Tuntutan ringan dengan menggunakan pasal 10 UU TPPO lebih ringan, karena para terdakwa hanya dianggap turut membantu/terlibat, padahal dari pantauan kami dipersidangan keterangan saksi-saksi menyatakan bahwa para terdakwa juga terlibat dalam kematian SG, penyiksaan, perbudakan terhadap anak kereng lainnya, maka sesungguhnya lebih tepat jika JPU menuntut teerdakwa dengan pasal 7 UU TPPO.

Dan pada akhirnya dalam putusan majels hakim hanya menjatuhkan sanksi 3 tahun penjara untuk kasus TPPO

“Ringannya Putusan majelis Hakim jelas telah melukai rasa keadilan para korban, sebagaimana kita ketahui bahwa kasus kerangkeng manusia langkat telah beroprasi selama belasan tahun dan terdapat banyak korban, dan bahkan ada korban anak, mereka mengalami penyiksaan, perbudakan, pelecehan seksual dan bahkan ada korban meninggal.” Ucap Rahmat

Rahmat menambahkan, bahwa hukuman terhadap para terdakwa seharusnya diberikan dengan sanksi yang masimal. Bagi kontraS rendahnya putusan karena alasan pemberian restitusi dan pemaafan dari keluarga korban tidaklah berkorelasi dengan ringannya putusan.

Selain itu, adanya perubahan pasal dalam tuntutan kasus TPPO menjadikan proses hukum kasus ini terkesan janggal.

“Dalam proses penegakan hokum kasus Kerangkeng manusia Langkat, seharusnya putusan hukum terhadap kasus ini lebih berpihak pada korban, yakni dengan menghukum para terdakwa kasus kerangkeng dengan sanksi yang maksimal, Jangan sampai ringannya putusan ini membuat publik berpersepsi bahwa proses penegakan kasus ini telah masuk angin.” tegas rahmat

Dengan melihat situasi tersebut, Rahmat mengatakan bahwa proses hukum kasus kerangkeng eks Bupati Langkat belum selesai.

“Berkas TRP masih belum di limpahkan ke pengadilan, kontraS akan terus memantau kasus ini hingga tuntas, dan berharap dalam kasus TRP nantinya akan ada putusan yang lebih adil dibandingkan saat ini. Kami akan terus memantau dan mengupayakan terpenuhinya restitusi bagi korban yang saat ini kami dampingin”, tutup Rahmat. (rel)

Informasi dan kerjasama bisa dikirim via e-mail: [email protected]

Bacaan Lainnya: