Anies dan Reshuffle Rabu Pon

Langkatoday.com – Ibarat permainan sepak bola, Koalisi Perubahan melakukan intersep, yakni gerakan mencegat bola, sebelum bola sampai di kaki Joko Widodo. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengumumkan dukungannya terhadap pencalonan Anies Rasyid Baswedan (30/1) dua hari sebelum Jokowi diperkirakan akan melakukan reshuffle kabinet.

Kabar santer beredar Jokowi akan melakukan kocok ulang kabinet pada 1 Februari bertepatan dengan Rabu Pon dalam penanggalan Jawa. Dalam beberapa reshuffle dan pengambilan keputusan strategis, Jokowi sering mengambil hari Rabu Pon sebagai hari keramat.

Spekulasi mengenai reshuffle makin kencang setelah Jokowi bertemu dengan Surya Paloh. Setelah mengumumkan pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang diusung Nasdem Oktober lalu, hubungan Surya Paloh dan Jokowi merenggang. Salah satu indikatornya, Jokowi tidak hadir pada acara ulang tahun Nasdem.

Indikator reshuffle juga menguat setelah Jokowi memanggil Prabowo Subianto ke istana. Beberapa tokoh politik lain juga sudah dipanggil Jokowi.

Kocok ulang kabinet menjadi penalti terhadap Nasdem. Tiga kader Nasdem di kabinet akan diberhentikan dan Jokowi punya tiga kursi kabinet untuk dibagi-bagikan guna memperkuat koalisinya.

Di tengah isu reshuffle yang santer, Koalisi Perubahan melakukan manuver cepat. Setelah Partai Demokrat mengumumkan dukungan kepada Anies Baswedan, PKS secara resmi menyusul mengumumkan dukungan kepada Anies.

Dukungan PKS itu mengakhiri teka-teki dan spekulasi yang berkembang selama tiga bulan terakhir sejak deklarasi dukungan Nasdem kepada Anies. Selama ini muncul berbagai isu mengenai ketidakjelasan masa depan Koalisi Perubahan. Dengan pengumuman dukungan PKS, sah sudah Anies Baswedan menjadi calon presiden Koalisi Perubahan dan sudah memenuhi ambang batas kepresidenan 20 persen.

Sebelum pengumuman oleh PKS, bola politik ada di kaki Jokowi. Ia menggocek bola untuk menyerang lawan politik. Reshuffle adalah tendangan penalti mematikan bagi Nasdem. Namun, dengan intersep yang tepat waktu, sekarang Jokowi kehilangan bola.

Jika Jokowi tetap melakukan reshuffle pada Rabu Pon, dampak serangan terhadap Nasdem tidak akan terlalu terasa. Reshuffle malah akan memperkuat konsolidasi oposisi yang digalang Koalisi Perubahan di mana Nasdem menjadi episentrumnya.

Jokowi harus berpikir keras untuk memikirkan respons antisipasi terhadap manuver Koalisi Perubahan itu. Jokowi harus membuka lagi kitab primbon politiknya untuk memastikan apakah tetap akan melakukan reshuffle Rabu Pon atau mencari cara lain. Akhirnya Jokowi tidak jadi mengumumkan reshuffle Rabu Pon.

Presiden Jokowi dikenal sebagai pengamal mistisisme yang setia. Demikian pula dengan presiden-presiden sebelumnya seperti SBY, Megawati, Gus Dur, sampai ke Pak Harto dan Bung Karno, semua dikait-kaitkan dengan kekuatan mistis sebagai pemberi legitimasi.

Kepemimpinan modern mendapatkan legitimasi dari rakyat melalui mekanisme demokrasi seperti pemilihan umum dan sejenisnya. Pemimpin tradisional mendapatkan legitimasi dari wangsit ataupun pulung. Untuk menjadi pemimpin, seseorang harus punya pulung wahyu kedaton.

Tradisi kepemimpinan tradisional Jawa itu sampai sekarang masih tetap dipercaya dalam politik modern Indonesia.

Pemimpin modern Indonesia merasa bahwa selain mendapatkan mandat dari rakyat, mereka juga mendapatkan wangsit dan ketiban wahyu kedaton. Karena itu, keputusan-keputusan politik yang diambil tidak semuanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Ada unsur-unsur irasional yang justru sering menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan.

Pergantian kepemimpinan nasional, tentu saja, menjadi beban pemikiran serius bagi Jokowi. Selain melakukan perhitungan politik rasional, Jokowi sangat mungkin berkonsultasi dengan penasihat spiritual dan mempelajari referensi-referensi dari primbon politik.

Salah satu yang paling terkenal adalah Jangka Jayabaya, penujuman politik oleh Raja Jayabaya dari Kediri. Menurut Jangka Jayabaya, penguasa Indonesia dikiaskan dalam sebutan ”Notonagoro”. Secara harfiah, itu berarti menata negara. Tapi, oleh para pemercaya klenik, itu ditafsirkan sebagai akronim dari nama-nama presiden Indonesia. ”No” untuk Soekarno, ”To” untuk Soeharto, dan seterusnya.

Ketika Gus Dur (Abdurrahman Wahid) jadi presiden, para pemercaya klenik jadi bingung karena nama Abdurrahman tidak masuk skema Notonagoro.

Kata Gus Dur, nama Abdurrahman tetap masuk skema akronim Jayabaya, bukan dalam skema Notonagoro, melainkan ”Noto Manconagoro”. Karena itu, setelah Noto (Soekarno dan Soeharto) urutan selanjutnya adalah ”Man” dan ”Co”. “Man” adalah Abdurrahman alias Gus Dur.

Itu tentu guyonan khas Gus Dur. Mana ada Jangka Jayabaya menyebutkan Noto Manconagoro kalau bukan karangan Gus Dur. Bagi Gus Dur yang piawai dan menguasai filosofi kekuasaan Jawa, masalah-masalah mistis dan klenik dihadapi dengan guyonan saja, tidak perlu diseriusi atau dibikin repot.

Tapi, bagi sebagian orang lain, soal klenik dan mistis itu menjadi pertimbangan serius. Jokowi punya hari keramat Rabu yang bertepatan dengan weton, hari kelahirannya. Keputusan-keputusan strategis dilakukan pada hari Rabu dengan mempertimbangkan pertimbangan primbon yang rumit.

Ada ritual seperti memelihara jenis hewan tertentu seperti kodok dan sejenisnya. Ada pantangan-pantangan tertentu seperti tidak boleh berkunjung ke Kediri atau isyarat-isyarat alam tertentu seperti gunung meletus atau sejenisnya.

Para presiden Indonesia, semua dikaitkan dengan Gunung Lawu yang membawahkan wilayah Mataraman. Para presiden disebut sebagai Putra Gunung Lawu. Secara kebetulan, semua presiden Indonesia sekarang ini adalah Putra Gunung Lawu.

Dalam hal tradisi kejawen itu, Anies Baswedan adalah antitesis Jokowi. Ketika mengadakan perhelatan MotoGP di Mandalika, Jokowi memakai pawang hujan. Ketika menggelar balapan Formula E di Jakarta, Anies tidak memakai dukun hujan, tapi memakai weather forcast yang ilmiah.

Tapi, Anies pun memakai idiom-idiom Jawa untuk memperkuat legitimasi budayanya. Anies memamerkan kegemarannya memelihara ayam dan burung dan suka menonton pertunjukan wayang.

Rumahnya di Lebak Bulus mempunyai arsitektur joglo khas Jawa. Anies mempunyai rumah joglo di Ponorogo, Jawa Timur, yang direkonstruksi dari bekas bangunan pesantren legendaris Tegalsari. Anies ingin menunjukkan garis legitimasi kepada Kiai Hasan Besari yang melahirkan tokoh-tokoh Islam Mataram abad ke-18. Dengan demikian, Anies juga mendapatkan legitimasi sebagai Putra Gunung Lawu.

Memakai logika slengekan ala Gus Dur dalam menginterpretasikan Jangka Jayabaya, nama Anies Baswedan pun masuk akronim Notonagoro sebagai calon pemimpin Indonesia. Nama Anies masuk pada bunyi terakhir ”Ro”, yaitu Rosyid Baswedan. Gitu aja kok repot. (*)

Informasi dan kerjasama bisa dikirim via e-mail: [email protected]

Bacaan Lainnya: