Langkatoday.com, Stabat – Kalau cerita Langkat, memang tak ada habis-habisnya. Dan kali ini kita mau bahas soal Corporate Social Responsibility atau CSR. Setiap perusahaan wajib menyisihkan dana perusahaannya untuk program tanggung jawab sosial.
Besaran dana CSR minimal 2% sampai 4% dari total keuntungan perusahaan dalam setahun. Besarnya anggaran dana tersebut sesuai Peraturan UU PT dan PP No. 47 tahun 2012.
Nah, untuk Kabupaten Langkat sendiri ada puluhan perusahan yang bergerak diberbagai sektor. Seperti bergerak dibidang perkebunan PT. Lonsum, PT.LNK, PTPN-4, Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Pertanian dan Pabrik.
Pengolahan material (galian C-red), PLTU,PLTA, Indonesian Power, Rumah Sakit, Bank BRI, Bank Sumut, Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank BCA, Bank BPR, Bulog dan perusahaan lainnya.
Bila mengacu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas UUPT Pasal 1 ayat 3 jelas disebutkan, bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas masyarakat dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pada pasal 15 huruf b UU No. 25 tahun 2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan).
TJSL atau CSR adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Pasal 1 angka 4 UU No. 25 tahun 2007 menjelaskan bahwa yang dimaksud penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal. Ini juga mencakup penanam modal dari dalam negeri atau asing.
Apabila penanam modal tidak menjalankan TJSL, maka akan dikenai sanksi administratif, berupa: peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, sampai pencabutan kegiatan usaha.
Berdasarkan pasal 68 dalam undang-undang no. 32 tahun 2009 menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban untuk: Memberi informasi terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan benar, menjaga keberlangsungan fungsi lingkungan hidup.
Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Permen BUMN No. PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Kewajiban CSR adalah untuk Perusahaan Perseroan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan Terbuka. Menurut Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Sedangkan Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Permen BUMN 5/2007 yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan kontrak kerja sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat beberapa ketentuan pokok yang salah satunya adalah mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat Pasal 11 ayat (3) huruf p Undang-Undang No. 22 tahun 2001.
Selain itu, Pasal 40 ayat 5 pada Undang-Undang No.22 tahun 2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
Nah, melihat banyaknya perusahaan di Kabupaten Langkat timbul pertanyaan, sudah menikmatikah masyarakat akan CSR tadi..? seberapa bermanfaatkah CSR yang diberikan kepada masyarakat,? Sepadankah dengan dampak lingkungan atau kerusakan yang ditimbulkan.
Kita mengambil contoh terbaru ambruknya jembatan titi besi di Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat. Jembatan yang menjadi penghubung menuju kawasan wisata alam nasional Tangkahan abruk usai truck bermuatan material terperosok kedalamnya.
Memang, kondisi jembatan selama ini tidak dalam kondisi baik. Karena itu jugalah berulang kali masyarakat melakukan aksi demo dengan menutup sebagian jalan.
Rusaknya jembatan yang menjadi urat nadi penghubung antar Kecamatan tersebut tak lain dari lalu lalangnya angkutan truck melebihi tonase milik perusahaan perkebunan dan perusahaan galian disana.
Bila saja perusahaan BUMN yang ada di Kecamatan Batang Serangan, Padang Tualang dan Sawit Seberang mau menyisihkan dana CSR nya memperbaiki kondisi jalan yang rusak dan jembatan yang ringkih, dipastikan musibah ini tidak terjadi.
Selain rusaknya fasilitas umum tersebut, kini sirkulasi udara di tiga kecamatan yang disebutkan tadi dirasa sudah tidaklah sehat. Pasalnya, perusahaan disana tak pernah memikirkan imbas dari limbah pabrik, jerebu yang ditimbulkan dari pengolahan kelapa sawit serta aktifitas galian C yang terus menerus siang dan malam.
Seharusnya perusahaan bahu membahu membuat penghijaun atau taman-taman kecamatan dengan menanami pepohonan sehingga udara dikawasan tersebut bisa terjaga kesehatanya.
Lalu, siapa yang harus dipersalahkan.?
Dalam hal ini tentulah Pemerintah Daerah karena diketahui pengelolaan CSR hari ini dikomandoi Dinas Bappeda Kab Langkat.
Pertanyaanya, ada berapa perusahaan yang telah membayarkan CSR nya? kemana-saja CSR tersebut dialokasikan?
Untuk mengetahui jawabannya, ikuti terus liputan Yong di Metro-langkatbinjai.com. (Bersambung)