LANGKATODAY.COM, Medan – Polda Sumut menyampaikan perkembangan kasus dugaan kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2023 Kabupaten Langkat. Saat ini, sudah ada dua orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka.
“Kasus PPPK Kabupaten Langkat, polisi tetapkan dua orang tersangka,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Rabu (27/3/2024).
Hadi belum memerinci sosok yang ditetapkan menjadi tersangka itu. Namun, dia mengatakan para pelaku terjerat Tindak Pidana Korupsi.
“Ini terkait dugaan tindak pidana korupsi, Perkaranya masih berproses, penyidik bekerja dengan hati-hati dan cermat,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Sumut memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat Eka Syahputra Depari terkait kasus PPPK di daerah itu.
Hal itu dibenarkan oleh Kanit 3 Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut AKP Rismanto J Purba.
“Kadis pendidikan hari ini, BKD kemarin,” kata Rismanto usai menemui honorer Langkat yang menggelar aksi di Polda Sumut, Rabu (13/3).
Untuk diketahui, puluhan guru peserta seleksi PPPK 2023 di Kabupaten Langkat sempat menggelar aksi di Polda Sumut. Mereka meminta dugaan kecurangan seleksi PPPK segera diusut.
“Hari ini LBH Medan, KontraS serta guru menyampaikan aspirasinya untuk minta penegakan hukum dan keadilan di Polda Sumut terkait dengan adanya kecurangan PPPK di Kabupaten Langkat dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK 2023,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra selaku pendamping hukum para guru, Rabu (24/1).
Koordinator KontraS Sumut Rahmat Muhammad mengatakan ada sekitar 203 peserta PPPK yang diduga menjadi korban kecurangan itu. Pihaknya mengidentifikasi ada tiga bentuk kecurangan yang terjadi dalam proses seleksi PPPK itu.
Pertama, maladministrasi. Rahmat mengaku kesepakatan soal Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang awalnya disampaikan tidak sesuai.
“Jadi, dia dari proses seleksi itu tidak sesuai dengan pengumuman awal yang mereka sampaikan di awal itu tidak ada SKTT. Lalu, kemudian ada masuk sistem SKTT, itu kami anggap ada maladministrasi di situ,” kata Rahmat.
“Kemudian, indikasi suap itu kita dapatkan beberapa bukti laporan yang kita dengar bukan hanya dari satu pihak tapi juga dapatkan bentuk screenshoot adanya penerimaan atau pengembalian uang sebesar hampir Rp 80 juta. Yang ketiga adalah KKN, ada mekanisme orang dalam untuk meloloskan orang tertentu,” sambungnya. (rel/dtk)