Langkatoday.com – Mengacu pada sejarahnya, Indonesia berasal dari kumpulan kerajaan yang meleburkan diri menjadi sebuah negara. Hal itu membuat Indonesia memiliki keragaman suku serta tradisi yang melingkupinya, tak terkecuali dalam beragamnya perayaan Idul Fitri di sejumlah daerah.
Di Solo, misalnya, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki tradisi Sungkeman Pangabekten. Tradisi ini digelar di Kompleks Keraton Solo oleh kesultanan dan dibuka untuk warga.
Tradisi Sungkeman Pangabekten ini merupakan upacara yang dihadiri oleh sejumlah pejabat penting kesultanan, termasuk kepada abdi dalemnya. Tak hanya Sungkeman Pangabekten, Keraton Solo juga memiliki sejumlah tradisi atau upacara adat baik itu di bulan Ramadhan atau di awal Syawal (Lebaran).
Antara lain, Malam Selikuran untuk menyambut Lailatul Qadar, Paring dalam zakat fitrah yang merupakan pendistribusian zakat fitrah dari keluarga besar Keraton Solo hingga Kirab Hajat Dalem Grebeg Syawal.
Jika Grebek Syawal dilakukan pada hari Idul Fitri, Sungkeman Pangabekten ini diselenggarakan sesudah hari H Syawal. Tradisi ini sudah dilakukan sejak turun- temurun ketika Islam sudah menyentuh tanah Jawa dan menggugah hati para rakyat serta para petinggi keraton.
Di Yogyakarta, masyarakatnya selalu disuguhi upacara adat berupa Grebeg Syawal. Tradisi tersebut biasa dilakukan di Lapangan Kompleks Kepatihan Kota Yogyakarta dan diikuti oleh masyarakat setempat dan anggota kerajaan Yogyakarta.
Meski Grebeg Syawal di Yogyakarta bukan satu-satunya tradisi grebeg yang ada, nyatanya tradisi ini selalu menarik antusiasme warga. Dalam grebeg, masyarakat biasa memperebutkan berbagai hasil bumi seperti saturan atau buah-buahan yang sebelumnya diarak-arak.
Tradisi Grebeg Syawal di Yogyakarta merupakan prosesi adat sebagai simbol hajat dalem atau sedekah atas kedermawanan Sultan kepada rakyatnya. Grebeg sendiri berasal dari kata Jawa, yaitu gumrebeg yang berarti riuh atau ramah.
Di Minangkabau, urang awak biasa melakukan tradisi ziarah rumah gadang di Suku Mandahiliang, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumatra Barat. Tradisi ini diketahui masih bertahan sebagai sarana silaturahim warganya dalam merayakan Idul Fitri.
Dalam tradisinya, kaum ibu biasa membawa rantang berisi makanan untuk disantap bersama. Seluruh makanan yang disediakan merupakan masakan khas Minang yang terkenal dengan cita rasanya, seperti rendang gulai ayam, ikan asam padeh, dan lain-lain.
Sementara di Jakarta, masyarakat Betawi umumnya kerap menggelar tradisi ruwahan di malam takbir Idul Fitri. Ruwahan merupakan tradisi berupa pengajian dan tahlil yang diselenggarakan bersama-sama untuk mendoakan para arwah keluarga yang telah berpulang.
Tradisi ini juga diselingi dengan makan bersama dengan menu makanan khas Betawi. Seperti semur, ketupat sayur Betawi, asinan, pecak ikan, hingga sayur gabus pucung. Sedangkan pada hari H Syawal, masyarakat Betawi biasa menyambangi rumah sanak saudara lalu kemudian dilanjutkan dengan berziarah kubur ke makam keluarga.
Tradisi ini dipercaya sebagai cara untuk menghormati leluhur atas kontribusinya kepada keluarga selama hidup. Tradisi ruwahan maupun berziarah juga dimaksudkan untuk mendoakan arwah yang meninggal agar dosa-dosanya diampuni Allah SWT.
Mendoakan orang yang telah meninggal umumnya dipercaya oleh mayoritas masyarakat Betawi sebagai sebuah tindakan kebaikan. Di mana kebaikan tersebut nantinya diharapkan kembali kepada mereka dalam bentuk apa pun. Seperti umur panjang, rizeki, jodoh, atau kenyamanan dalam menjalankan hidup yang kerap ditimpa tantangan.
Tradisi Lebaran di Berbagai Negara
Muslim Indonesia biasanya menghabiskan perayaan Idul Fitri dengan mengunjungi kerabat dan tetangga. Menikmati hidangan khas Lebaran, seperti ketupat, opor, dan lainnya.
Tradisi dalam merayakan Idul Fitri pun dilakukan Muslim di belahan dunia lainnya. Setiap negara memiliki makanan dan manisan tradisional yang disiapkan.
Contoh, seperti di seluruh Timur Tengah, membuat kue semolina isi kurma yang disebut maamoul telah menjadi tradisi selama Idul Fitri. Ini juga bisa diisi dengan kacang dan ditaburi gula.
Sheer khurma atau siviyaan adalah spesialisasi Idul Fitri di rumah tangga seluruh India dan Pakistan. Bihun dan puding susu sering dihias dengan kacang atau kismis.
Baklava juga disiapkan untuk Idul Fitri di Turki dan di seluruh wilayah. Lapisan kue filo tipis diisi dengan pistachio dan kacang lainnya yang direndam dalam sirup bunga jeruk. Manisan tradisional juga bisa dibuat dengan berbagai isian yang berbeda.
Sementara di Nigeria, membuat amala dengan ewedu merupakan sajian perayaan yang disajikan pada acara-acara khusus seperti Idul Fitri. Ewedu adalah sup nabati tradisional yang disajikan dengan tepung ubi atau singkong yang disajikan dengan semur daging.
Muslim Bosnia dan Herzegovina biasanya menyajikan tufahija yang merupakan apel isi rebus dengan sirup sederhana, terkadang diisi dengan kenari. Ini adalah makanan penutup tradisional yang disajikan pada Idul Fitri.
Pai gurih yang terbuat dari ayam atau merpati yang dikenal sebagai bastilla, sering disiapkan untuk Idul Fitri di Maroko. Daging direndam selama satu atau dua hari, dibungkus tipis-tipis lalu dipanggang atau digoreng menjadi makanan utamanya.
Sementara, anak-anak di Maroko, mengenakan pakaian baru, kemudian ditawari hadiah dan uang untuk merayakan acara yang menggembirakan itu. Di beberapa negara, keluarga mengunjungi kuburan untuk memberikan penghormatan kepada anggota keluarga yang telah meninggal.
Sudah umum bagi negara-negara mayoritas Muslim untuk menghiasi kota dengan lampu dan mengadakan perayaan untuk memperingati akhir bulan puasa.