Langkatoday.com – Perambahan hutan mangrove atau bakau di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara hampir berlangsung selama tiga tahun.
Plt Bupati Langkat Syah Afandin terkesan tak mampu berbuat apa-apa di wilayah kerjanya.
Saat diwawancarai di lokasi pembuatan arang kayu bakau ilegal, adik eks Gubernur Sumut Syamsul Arifin ini malah lebih banyak mengucap terima kasih ke Kapolda Sumut Irjen Agung.
Dia berulangkali mengatakan terima kasih karena Kapolda Sumut menutup panglong arang ilegal dan menangkap perambah.
“Terima kasih setinggi-tingginya kepada bapak Kapolda dalam penanggulangan pengerusakan mangrove,” kata PLT Bupati Langkat, Syah Afandin, Senin (31/7/2023).
Afandin mengakui pengerusakan hutan mangrove besar-besaran terjadi pada saat pandemi Covid -19 tahun 2021 lalu.
Sebelum itu ada bantuan perawatan hutan mangrove dari pemerintah pusat dan daerah.
Sejak berhenti inilah perambahan besar-besaran terjadi dilakukan masyarakat sekitar untuk dijual dan dijadikan arang.
“Sebelum covid itu dari badan dari kementerian kehutanan kan ada biaya untuk perawatan tapi ketika Covid ini berhenti. Sehingga ini terbebas kalau dulu itu ada biaya untuk perawatan kemudian ada yang langsung turun kemari dari kehutanan bekerja sama dengan bappedas melihat bagaimana konservasi.”
Dia menyebut, seusai ada penindakan dari Polda Sumut akan meminta jajaran untuk ikut mengawasi.
Ia pun bakal meminta seluruh kepala Desa melapor ke Polisi apabila ada menemukan perambahan hutan bakau secara Ilegal.
Namun demikian dia meminta agar Polisi bisa menangkap pengepul kayu bakau ini.
Dia beralasan, karena masih ada pembeli la makanya warga yang dia pimpin masih doyan merambah hutan mangrove.
“berharap tindakan yang dilakukan pak Kapolda ini harus sampai ke akar-akarnya. Penampungnya harus diberantas habis. Kalau gak ada yang nampung kan mereka gak tau mau jual kemana,”ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, kerusakan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Langkat, tepatnya di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat kian mengkhawatirkan.
Hutan bakau di wilayah ini diperkirakan rusak seluas 700 hektare dari luas 1.200 hektare, akibat illegal logging untuk industri arang berbahan kayu bakau.
Amatan dari udara menggunakan helikopter Polda Sumut AW 169, hutan ini nampak gundul akibat ulah manusia.
Para mafia kayu bakau ini menebang pohon pada bagian tengah-tengah hutan untuk mengelabuhi petugas.
Dari udara nampak pepohonan mati mengering akibat ditebang sebagian.
Para pengepul kayu, sengaja tidak menggunduli tanaman ini seluruhnya. Mereka hanya mengambil kayu dengan ukuran 3-5 sentimeter dan panjang 2-3 meter.
Melihat kerusakan hutan mangrove yang kian mengkhawatirkan ini, Kapolda Sumut Irjen Agung Setya Imam Effendi nampak heran dan mericau.
Dia yang awalnya duduk tenang langsung melihat dari jendela helikopter dan mengabadikan hutan mangrove gundul dengan ponselnya.
Setibanya di lokasi, lulusan Akpol tahun 1988 ini langsung mengecek langsung kondisi hutan mangrove menggunakan kapal patroli.
Dari perairan menggunakan kapal patroli, sekilas tidak ada kerusakan. Namun dilihat lebih jauh, kayu-kayu mangrove ini mati.
Dari kasus ini dua orang telah ditangkap diantaranya, Sapri alias Babe (59), sebagai eksekutor penebang pohon bakau dan Jamiludin alias Udin sebagai pemilik gudang pengelolaan kayu bakau menjadi arang.
Dari pengakuan Sapri, dia menebang kayu bersama rekannya menggunakan kapal kayu.
Sekali merambah hutan, 40 batang mangrove yang didapat ukuran 3-4 sentimeter dengan panjang 2-3 meter laku sekitar rp 300 – Rp 400 ribu.
Kayu tadi diduga dijual kepada Udin, yang kemudian dijadikan arang.
Dari Udin inilah arang dibakar lalu dijual kepada eksportir yang ada di Kota Medan. Dari eksportir yang sudah diketahui identitasnya berinisial AS ini dijual lagi keluar negeri.
Kapolda Sumut Irjen Agung Setya Imam Effendi mengatakan, saat ini pihaknya sedang memburu eksportir arang kayu mangrove yang didapat secara ilegal.
Dia menduga, Ilegal logging yang terjadi di Kabupaten Langkat ini jaringan antar lintas Provinsi dan negara.
Sebab dia juga menemukan kesamaan pola kejahatan di wilayah Sumatera Selatan hingga Batam.
“penyimpangan-penyimpangan ini tidak hanya ada di Medan. Mungkin ada di wilayah lain yang kita identifikasi sudah kita lakukan maping, di Sumatera Selatan dan wilayah Batam sekitarnya.
Ini adalah jaringan yang harus kita hentikan karena merusak hutan mangrove di Sumatera Utara,”kata Irjen Agung Setya Imam Effendi, Senin (31/7/2023).
Dari hasil penyelidikan sementara, Polisi menyegel dua lokasi. Pertama, lokasi pembuatan arang di Kabupaten Langkat, pinggir perairan.
Disini Polisi menemukan kayu-kayu bakau diatas kapal yang siap untuk dibakar, lalu diolah menjadi arang.
Dari lokasi ini ditemukan tungku-tungku pembakaran berukuran jumbo. Kayu yang diambil dari pesisir laut tadi akan dibakar selama berhari-hari untuk menghasilkan arang.
Kemudian, Polisi juga menyegel gudang ataupun pabrik eksportir yang mengirim arang tadi ke luar negeri.
Meski demikian pemilik nya sudah melarikan diri sebelum tertangkap.
“Hari ini kita lakukan penyegelan di dua lokasi di Medan, gudang yang menampung daripada pembakaran arang mangrove yang dihasilkan ini.”