Maulid Nabi dan Egaliternya Pengaturan Sistem Ekonomi Islam

LANGKATODAY.COM – Setiap tahunnya kita selalu memperingati kelahiran baginda Nabi Besar Muhammad SAW, hari yang menurut Jabir RA dan Ibnu Abbas RA sebagai hari lahirnya Rasulullah SAW, 12 Rabiul Awal, begitu pula tanggal berhijrah dan wafatnya.

Sebagai pegiat literasi ekonomi Islam, tentu momentum maulid Nabi ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah panjang perkembangan sistem ekonomi Islam (ekonomi profetik) hingga saat ini.

Lahirnya Nabi Muhammad SAW menandakan awal mula akhir zaman itu terjadi, sebagaimana hadist Nabi SAW:

“Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidzi, Kitab-ur-Rouya, Bab Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik)

Ini menandakan bahwa ajaran-ajaran agama Islam termasuk didalamnya tentang ekonomi yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW telah final.

Lahirnya Rasulullah SAW mengajarkan kita tentang keseimbangan perilaku ekonomi, antara mengambil keuntungan duniawi, meraih keberkahan dan mendapat keuntungan akhirat.

Itulah sebabnya mengapa Rasulullah SAW menjadi contoh teladan terbaik, termasuk dalam kegiatan berekonomi.

Berbicara tentang ekonomi Islam, bukan berarti ia lahir ketika Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi. Akan tetapi, ia telah ada sejak Nabi Adam AS diturunkan ke bumi.

Allah SWT menurunkan Islam bersama-sama dengan turunnya Nabi Adam AS ke permukaan bumi sebagai Khalifah, begitupun dengan Nabi-nabi setelahnya, semuanya bertugas mengajarkan Islam dan Syariat Islam yang menjadi pedoman hidup agar menjadi teratur termasuk urusan ekonomi.

Ketika ajaran ekonomi Islam Nabi Musa AS dipahami keliru tanpa moral, digunakan hanya untuk menguntungkan kaum yahudi saja dan merugikan kaum non-yahudi, munculnya kesenjangan ekonomi, sehingga dianggap sebagai ekonomi kapitalis.

Bagitu juga dengan ekonomi Islam di masa Nabi Isa AS dilaksanakan tanpa batasan fikih, penafsiran – penafsiran berubah menjadi dogma. Ketika dogma berhadapan dengan dominasi ekonomi kapitalis, perlawanan ideologis Kalvin pun menjadi harapan kaum kelas menengah.

Kalvinisme menawarkan sebuah konsep etika kerja dalam teologi, sosiologi, ekonomi yang menekankan kerja keras, disiplin dan hemat.

Ketika hijrah ke Madinah, ini awal turunnya ayat-ayat Madaniyah yang banyak membahas kehidupan dunia, cara pandang (worldview), pemahaman rezeki, serta konsep tidak menzalimi dan dizalimi dalam berinteraksi sesama manusia.

Disinilah Nabi Muhammad SAW mulai mengajarkan ajaran egaliterianismenya, yakni pemerataan harta kekayaan kepada seluruh masyarakat.

Jika pada paham kapitalis terjadinya distribusi kekayaan dari si miskin kepada si kaya (bayar upeti), maka apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW sebaliknya, distribusi kekayaan dari si kaya ke fakir miskin (zakat).

Egaliterianisme ini misi utamanya adalah bukan untuk membabat habis orang-orang yang tidak seideologi dengan Islam, namun membebaskan masyarakat dari cengkraman kaum kapitalis.

Oleh karena misi ini lah para kaum kafir Quraish saat itu sangat membenci Nabi, bukan karena agama Islam-nya melainkan pada aspek ekonomi, karena prinsip egaliterianisme Islam sangat berseberangan dengan konsep kapitalisme Makkah.

Hingga saat ini, ekonomi Islam pun terus berhadapan dengan paham – paham kapitalis, tidak pernah berakhir hingga akhir zaman.

Perjuangan pengembangan ekonomi Islam hari ini, sama seperti apa yang dihadapi Nabi Muhammad SAW ketika itu yang dikepung dengan sistem ribawi dalam aktivitas ekonominya.

Hari ini, kita juga dikepung dengan sistem ribawi yang lebih modern, oleh karena itu Nabi SAW mengingatkan kita pada sebuah hadist:

“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya,”

(HR Ibnu Majah, hadits No.2278 dan Sunan Abu Dawud, hadits No.3331; dari Abu Hurairah)

Allahumma shalli alaa Muhammad

Bacaan Lainnya: