Perumahan The Vajra

Pemkab Langkat Layak Dikritisi: Para Intelektual Daerah Jangan Oportunis

Table of Contents

Oleh: Chairul Ahmad
Pengamat Sosial Kabupaten Langkat

STABAT (Langkatoday) - Berangkat dari banyaknya persoalan yang terjadi di Kabupaten Langkat, sudah selayaknya kita berfikir sejenak sambil menghela nafas panjang, fenomena intelektual muda yang semakin oportunis menciptakan banyak persoalan yang semakin runyam, apakah para intelektual muda ini ingin bertransformasi menjadi “Panglima Talam”? atau tetap berpegang teguh pada intelektualitasnya membangun daerah? memang benar jika perjuangan dan pergerakan juga bisa dilakukan bahkan dalam kondisi koalisi sekalipun, perjuangan tidak hanya ada pada pihak oposisi.

Kita sadar betul bahwa para intelektual muda yang ada di Kabupaten Langkat berangkat dari pengalaman bersyarikat yang penuh perjuangan dalam banyak konteks. Syarikat kepemudaan dengan api membara ingin memperbaiki bangsa, membahas banyak buku dan pemikiran para tokoh, pemberontakan, mosi tidak percaya, aksi massa, serta pergerakan yang progresif. Namun seiring berjalannya waktu, banyak para intelektual muda harus bertransformasi dan menentukan pilihan, menjadi oportunis atau tetap realistis. Dalam dua pilihan ini sudah sangat jelas bahwa idealisme sangat tidak mungkin dikawinkan dengan sikap oportunis.

Sejauh ini Pemkab Langkat memiliki banyak persoalan yang sangat layak untuk dikritisi, jalan rusak, pendidikan, dan yang paling memprihatinkan adalah persoalan korupsi. Masyarakat telah jenuh dengan persoalan ini, namun pada beberapa kasus Pemkab Langkat gagal menentukan langkah-langkah yang tepat untuk menyelesaikannya, jangankan hal itu, sampai saat ini Pemkab Langkat masih sering keliru dalam menarasikan sebuah persoalan yang membuat masyarakat enggan untuk berempati.

Dalam kutipan populer Soe Hok Gie berkata bahwa guru bukan dewa dan murid bukan kerbau, seragam dengan itu Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas menyatakan bahwa murid bukanlah celengan kosong. 

Jika kita refleksikan dalam persoalan Kabupaten Langkat, maka Pemkab Langkat bukan dewa dan rakyat bukan kerbau yang berhak dilakukan semena-mena dan juga rakyat bukan celengan yang bisa dikondisikan untuk menerima apapun sikap yang dilakukan oleh para penguasa di Kabupaten Langkat.

Dalam hal ini, intelektual muda harus mampu berpihak pada kepentingan rakyat dan menyadarkan Pemkab Langkat atas langkah-langkah keliru yang dilakukannya. Jika kita mengacu pada pandangan Edward W Said dalam bukunya yang berjudul Peran Intelektual secara singkat menjelaskan bahwa Intelektual adalah pencipta bahasa yang benar lalu disampaikan kepada penguasa tanpa memperdulikan apakah kebenaran menurut para intelektual ini bertentangan dengan pikiran-pikiran para penguasa, maka dari itu ia lebih condong kepada oposisi daripada akomodasi, dan dosa paling besar bagi para Intelektual adalah ketika ia mengetahui apa yang seharusnya ia katakan tetapi ia memilih untuk tidak mengatakannya.

Jika mengacu pada pandangan Edward W Said, maka para intelektual yang berada di lingkaran kekuasaan layak kita pertanyakan posisi keberpihakannya apalagi jika ada Intelektual yang narasi-narasinya berpihak kepada para penguasa, maka sudah jelas bahwa peran intelektual yang ada pada dirinya boleh kita anggap gugur, sebab ia telah bertransformasi menjadi "Panglima Talam".

Para intelektual yang telah bertransformasi menjadi "Panglima Talam" ini tidak hanya berbahaya bagi rakyat tetapi juga para tuan-tuannya, tuan-tuannya harus curiga karena dalam banyak kasus kesalahan langkah yang diambil para tuan-tuan diakibatkan kelirunya analisa dari para "Panglima Talam" yang ada di sekelilingnya.

Kenapa "Panglima Talam" sangat rentan salah menentukan sikap-sikap perdamaian?, sebab sudut pandang "Panglima Talam" tidak lagi mencoba mendalami apa yang dirasakan oleh masyarakat namun lebih condong kepada pengungkapan diri dihadapan para tuan. Secara sederhana dapat kita artikan, "Panglima Talam" punya prinsip agar tuan senang.

channel whastapp langkatoday
Sejasa Net