Selamat Hari Ibu: Nyawa Rumini Dikobaran Api Sang Bunda
Ilustrasi |
Oleh: H Affan Bey Hutasuhut
Wartawan Majalah TEMPO 1987-1994
STABAT (Langkatoday) - Tragedi yang memilukan hati ini patut menjadi pelajaran bagi siapapun yang nyinyir dan melawan pada orang tua. Apalagi sampai durhaka dan tega menggugatnya ke pengadilan hanya gara-gara harta warisan.
Simak cintanya Rumini, 29 tahun, terhadap ibunya yang sudah renta. Ketika Gunung Semeru meletus, Sabtu (4/12), semua warga berhamburan menyelamatkan diri, termasuk Rumini. Saat mengungsi, ia teringat ibunya tengah terkapar tak bisa berjalan terperangkap di rumah.
Seketika batinnya berontak segera kembali untuk menyelamatkan ibunya Salamah, 71 tahun. Meski keadaan sudah sangat berbahaya, Rumini tetap memaksakan masuk ke rumahnya.
Malang tak bisa ditolak. Saat tim evakuasi memasuki rumahnya, Rumini, sudah wafat bersama Ibunya. Jasad Rumini terlihat sedang memeluk sang Ibu di dapur rumah mereka.
Memeluk Surga
Ketua Tim SRU 1 Relawan Baret Nasdem Jember, Raditya, yang ikut dalam proses evakuasi korban amuk Semeru memperoleh pelajaran berharga.
Dari jenazah yang ia temukan, hati para relawan tersayat melihat dua insan meninggal berpelukan.
Inilah catatan Radit yang diposting dilaman media sosialnya.
Mungkin kami harus belajar darimu tentang mencintai, terutama ibu. Tak rela kau tinggalkan ibumu saat erupsi Semeru menyerang desamu, Curah Kobokan, Candipuro, Lumajang, Sabtu 4 Desember 2021.
Pilihan berat bagi Rumini, antara lari menyelamatkan diri atau meninggalkan sang ibu yang tak sanggup berjalan.
Rupanya Rumini memilih untuk mendekap sang ibu berjuang hadapi terjangan erupsi Semeru. Jasad keduanya ditemukan di dapur rumah mereka.
Namamu melangit, malaikat menyambut ruh yang mewangi meski tubuh terbakar material panas, nafas terakhir mu saat memeluk ibumu, InsyaAllah seluruh penduduk langit kini tengah memelukmu.
Kami seluruh relawan di Semeru tak kuasa membendung haru, Rumini telah ajarkan kami tentang kesungguhan mencintai dan berbakti kepada ibu.
Angkat topi sejuta kali untukmu, Rumini. Tak terasa air mata menetes menulis kisahmu.
Alfatihah Rumini, Kami yakin kau sedang tersenyum di langit. Sebab begitu banyak orang di bumi menyebut namamu, begitu besar cintamu pada ibumu, Salamah.
Teruslah tersenyum Rumini, kau memilih mendekap surgamu, InsyaAllah kau akan masuk surga dengan membawa serta kuncinya, ibumu.
"Kenapa harus lari jika surga bisa kupeluk?"
Alfatihah buat Rumini dan Sang Ibu
Kedua orang tua sungguh bagaikan malaikat bagi Rumini. Ia tahu betul bagaimana beratnya beban orang tua membelai, mengasuh, mulai dari bayi hingga dewasa. Seekor nyamukpun tak boleh mengganggu tidur sang bayi. Tengah malam pun orang tua terjaga saat mengetahui anak sakit dan membawanya ke rumah sakit.
Saat masih wartawan di Medan, sering kali melihat ibu tertidur pulas di angkutan kota seraya memeluk tasnya yang boleh jadi berisi uang recehan hasil penjualan sayurnya di Pasar Sambu.
Mereka tampak mengantuk lantaran harus bangun pukul 03 dini hari buru-buru ke pasar agar tidak sampai kehabisan bahan sayuran yang dibeli dari pedagang sayur mayur yang datang dari luar kota.
Selepas itu mereka membuka lapaknya dan menjajakan dagangan sayur-mayurnya kepada pelanggan tetapnya para pemilik kedai. Biasanya mereka pulang berjualan pukul 10 pagi. Begitulah getirnya para ibu penjual sayur ini untuk menutupi kebutuhan sekolah anaknya dan dan lainnya.
Banyak kisah pilu para orang tua mencari rezeki demi kasih dan sayangnya pada sang anak.
Namun ada saja anak yang tidak tahu diri melawan orang tua bahkan tega mengnaiaya ibu akibat pengaruh narkoba, dan lainnya. Ada pula yang ogah-ogahan menjenguk ibuya meski sudah terkapar sakit sendirian di rumah.
Semoga kisah sayang Rumini yang tak terbatas bagai luasnya lautan terhadap sang ibu bisa menjadi mutiara yang memancarkan kasih sayang anak pada kedua orang tua, terlebih pada sang bunda yang kadang harus bertarung nyawa saat melahrkan sang bayi. (red)