Kelakar Gus Miftah dan Etika Bicara Pejabat Publik
Kronologi Gus Miftah Dihujat karena Hina Pedagang Es Teh. (Foto: Instagram/@gusmiftah) |
Oleh: Iqbal Basyari
Jurnalis Harian Kompas
JAKARTA (Langkatoday) - Dalam sehari terakhir, linimasa di media sosial sarat dengan unggahan potongan video ceramah dari Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana Habiburrahman. Warganet menyoroti candaan yang dilontarkan pendakwah yang akrab disapa Gus Miftah kepada salah satu pedagang es teh dan air mineral keliling yang menjajakan dagangan di acara pengajian tersebut.
Dalam ceramahnya, Gus Miftah menyindir pernyataan dari calon bupati yang biasanya manis di awal. Ia mengibaratkannya dengan minuman es teh manis yang gulanya tidak diaduk agar manisnya terasa di akhir.
"Karena kalau manisnya di awal sudah biasa, seperti mulutnya calon bupati," ujar Miftah.
Jemaah pun meminta agar Gus Miftah memborong es teh yang dijajakan salah satu pedagang keliling di acara pengajian itu karena dagangannya belum habis. Ia lantas bertanya kepada pedagang es teh yang kemudian diketahui bernama Sunhaji.
"Es tehmu masih banyak? Ya sana dijual," ucap Miftah sembari mengeluarkan kata umpatan.
Potongan video itu sontak viral dan menuai respons negatif dari publik. Masyarakat juga mengunggah beragam karikatur dari pedagang es teh sebagai bentuk dukungan kepada Sunhaji. Sebagian di antaranya bahkan mendatangi rumah penjual es dan memberikan sedekah.
Warganet pun meminta Miftah untuk meminta maaf kepada Sunhaji atas kata-kata umpatan yang dilontarkannya. Nama "Miftah" bahkan masuk urutan kedua "trending topic" di media sosial X pada Rabu (4/12) pagi. Begitu pula di Google Trends, kata "gus miftah" menempati urutan kedua dengan jumlah pencarian lebih dari 100.000 kali dalam 24 jam terakhir.
Desakan permintaan maaf juga muncul dari Partai Gerindra melalui akun Instagram @gerindra karena ucapan Miftah tidak sesuai dengan ajaran Presiden Prabowo Subianto. Dalam unggahannya, Gerindra menyertakan potongan video Prabowo ketika memberikan kuliah umum di Universitas Kebangsaan.
Kala itu, Prabowo menyebut bahwa dirinya sangat hormat dengan pedagang kaki lima, tukang ojek daring, dan tukang bakso. Mereka setiap hari bekerja mencari makan untuk anak dan istri.
"Si pedagang kaki lima tiap kali keluar dia dorong itu keringat, fisik, mencari makan untuk anak dan istrinya. Itu yang kita hormati. Mereka mulia, mereka jujur, mereka halal," kata Prabowo.
Tak lama berselang, Miftah pun membuat pernyataan video berisi permintaan maaf pada Selasa (4/12) petang. Dalam video yang dikonfirmasi oleh Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi itu, Miftah meminta maaf kepada sang penjual es teh.
"Dengan kerendahan hati, saya meminta maaf atas kekhilafan saya. Saya memang sering bercanda dengan siapapun. Maka untuk itu, atas candaan kepada yang bersangkutan, saya akan meminta maaf secara langsung dan mudah-mudahan dibukakan pintu maaf untuk saya," tuturnya.
Dalam pernyataannya, Pendiri Pondok Pesantren Ora Aji di Yogyakarta itu juga meminta maaf kepada masyarakat atas kegaduhan yang ditimbulkan. Ia menyadari, sebagian masyarakat terganggu dengan candaan yang dilontarkan, bahkan ada yang menilai berlebihan.
Miftah juga mengaku sudah ditegur oleh Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Teddy pun mengingatkan agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat dan pidato di depan masyarakat umum.
"Ini juga merupakan introspeksi bagi saya untuk lebih berhati-hati berbicara di depan publik dan masyarakat," tutur Miftah.
Seusai menyampaikan permintaan maaf melalui video, Miftah pun mendatangi rumah Sunhaji di Magelang, Rabu pagi. Ia meminta maaf secara langsung dan memberikan klarifikasi atas candaan yang dilontarkan saat ceramah.
Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan, Miftah sudah menjadi pejabat publik setelah dilantik Presiden Prabowo sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Hal itu membuat Miftah sudah menjadi milik publik, milik semua orang dengan berbagai macam strata pendidikan dan latar belakang ekonomi yang beragam.
Oleh karena itu, pejabat publik seperti Miftah harus menyadari bahwa mereka tidak bisa lagi berbicara sebebas sebelum menjadi pejabat publik. Pernyataan yang biasa dilontarkan di hadapan entitas, kelompok, maupun segmennya harus disesuaikan dengan masyarakat umum.
Para pejabat publik yang digaji dari uang rakyat mesti menyesuaikan etika dan norma yang berlaku secara universal karena setiap pernyataan dan perilaku disorot oleh rakyat Indonesia.
"Ketika sudah menjadi pejabat publik bagi semua halangan, mereka harus belajar dan memahami bahwa dia tidak lagi hanya bisa berbicara dengan cara-cara yang dulu digunakan di segmennya, di entitasnya, atau di kelompoknya, tapi dia harus belajar," ujar Firman.
Menurutnya, bagi sebagian orang, menjadi pejabat publik tidaklah mudah. Selain harus mampu menjalankan kewenangan dan tanggung jawab, mereka harus bisa menjaga etika sebagai pejabat publik. Apalagi sebagian anggota Kabinet Merah Putih belum berpengalaman sebagai pejabat publik.
Sebagian di antaranya bahkan dinilai mendapatkan jabatan itu karena balas budi atas kerja-kerja yang diberikan saat pemilu. Situasi ini sejatinya membutuhkan pendidikan kepemimpinan agar para "new comers" itu mampu menyesuaikan kebiasaan yang harus dijaga sebagai pejabat publik.
Di sisi lain, Presiden Prabowo seharusnya tak segan mengingatkan para anggota kabinet untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Etika mesti selalu diingatkan dalam berbagai kesempatan, seperti saat rapat terbatas ataupun Sidang Kabinet Paripurna. Begitu pula Presiden Prabowo harus selalu memberikan contoh teladan soal menjaga etika pejabat publik agar diikuti oleh para menterinya.
Sumber: kompas.id