Oleh: Angely Rahma
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Yudharta Pasuruan
MEDAN (Langkatoday) - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, maupun wali kota dan wakil wali kota, tinggal menghitung hari. Pilkada 2024 akan diselenggarakan secara serentak pada 27 November mendatang.
Momen ini menjadi salah satu peristiwa yang ditunggu banyak pihak. Pilkada adalah pesta demokrasi yang diikuti seluruh masyarakat untuk menentukan nasib daerahnya selama lima tahun ke depan, dengan memilih pemimpin daerah terbaik.
Sayangnya, masih banyak masyarakat yang memilih golput atau menjadi golongan putih, yaitu tidak ikut serta dalam Pilkada. Banyak faktor yang menjadi alasan, seperti ketidakmampuan menentukan pilihan, kurangnya informasi tentang pasangan calon, hingga alasan tidak mendapatkan serangan fajar.
Namun, apa sebenarnya golput itu? Apakah golput memiliki dampak negatif ke depannya? Menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini Langkatoday menjabarkan alasan kenapa kita tidak boleh golput.
Apa Itu Golput?
Membahas tentang golput, apa sebenarnya arti dari istilah ini? Golput atau golongan putih adalah julukan yang diberikan kepada masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (Pemilu). Golput juga dapat diartikan sebagai kelompok atau golongan yang tidak mau memilih partai atau pasangan calon peserta Pemilu.
Dilansir dari Hukum Online, golput merupakan bentuk keengganan masyarakat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu, baik untuk legislatif, presiden, maupun kepala daerah. Hal ini sering disebabkan rasa kecewa terhadap sistem politik dan Pemilu yang dianggap tidak memberikan perubahan berarti bagi kehidupan masyarakat.
Golput dalam Pemilu
Dilansir dari laman resmi Pusat Edukasi Anti Korupsi, angka golput pada Pemilu menunjukkan data yang cukup signifikan. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat yang golput pada Pemilu 2019 mencapai 34,75 juta orang atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih yang terdaftar.
Pada Pemilu 2024, pemilih yang terdaftar didominasi pemilih muda. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebanyak 56,4 persen pemilih muda berpartisipasi pada Pemilu 2024.
Artinya, mereka sudah melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun, berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), sebanyak 11,8 persen responden menyatakan memilih untuk golput.
Penyebab Golput
Berdasarkan informasi dari sumber resmi, terdapat beberapa alasan mengapa seseorang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Berikut penyebab golput yang perlu diketahui.
Sikap Apatis terhadap Politik
Sikap apatis terhadap politik menjadi salah satu faktor utama tingginya angka golput. Masyarakat yang bersikap apatis tidak lagi peduli terhadap urusan politik, bahkan tidak memahami apa itu golput serta konsekuensinya.
Ketidakpedulian ini sering kali didorong rasa ketidakpercayaan terhadap sistem politik. Terutama setelah mereka menyaksikan kasus-kasus korupsi yang melibatkan pemimpin atau wakil rakyat.
Kurangnya Informasi tentang Pemilu
Tidak semua orang mengetahui jadwal Pemilu, meskipun pemberitaannya telah disampaikan melalui berbagai media. Sebuah survei LSI pada Pemilu 2019 menunjukkan, 29,5 persen responden tidak mengetahui bahwa Pemilu diadakan pada bulan April, dan sebagian lainnya tidak mengetahui tanggal pastinya.
Kurangnya Fasilitas bagi Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk memilih, namun keterbatasan fasilitas sering menjadi hambatan. Contohnya, sulitnya akses ke TPS, ketiadaan surat suara khusus, serta kurangnya bantuan untuk mobilitas.
Masalah ini mengakibatkan banyak penyandang disabilitas tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Sebagai masyarakat yang peduli, kita dapat membantu mereka dengan memberikan pendampingan atau bantuan, sehingga penyandang disabilitas juga dapat berpartisipasi dalam Pemilu.
Dampak Negatif Golput
Beberapa orang beranggapan golput tidak akan memberikan dampak besar bagi negara, padahal tindakan ini dapat mempengaruhi keberlanjutan demokrasi dan masa depan bangsa. Berikut beberapa dampak negatif golput.
Program Kerja Tidak Optimal
Program kerja pemimpin yang baik sering kali terganggu jika angka golput tinggi. Hal ini menunjukkan kurangnya dukungan atau kepercayaan masyarakat, sehingga menghambat realisasi program yang dapat membawa kemajuan bagi negara.
Terganggunya Proses Demokrasi
Demokrasi membutuhkan partisipasi aktif masyarakat dalam menentukan arah bangsa. Tingginya angka golput mencerminkan ketidakpedulian masyarakat terhadap calon pemimpin yang akan dipilih, yang pada akhirnya melemahkan sistem demokrasi.
Meningkatkan Peluang Kemenangan Partai Penguasa
Ketika banyak orang memilih golput, sementara pendukung partai tertentu aktif memilih, hal ini memberi keuntungan besar bagi partai tersebut untuk menang Pemilu, terlepas dari kualitasnya. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam Pemilu sangat penting untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang membawa perubahan positif.
Hak Memilih dan Hukuman Jika Golput
Hak memilih adalah salah satu hak politik yang melekat pada setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan arah pemerintahan melalui Pemilu. Hak ini dijamin dalam Pasal 43 UU HAM, yang menyatakan setiap warga negara berhak untuk:
- Memilih dan dipilih dalam Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
- Turut serta dalam pemerintahan secara langsung atau melalui wakil yang dipilih.
- Diangkat dalam jabatan pemerintahan berdasarkan peraturan yang berlaku.
Meskipun golput meresahkan dan merugikan negara, golput ternyata bukan sebuah tindak pidana. Golput merupakan bentuk abstain yang merupakan pilihan politik warga negara. Ini diakui sebagai bagian dari hak konstitusional yang dijamin negara, sehingga individu yang golput tidak dapat dipidana.
Berdasarkan Pasal 515 dan Pasal 523 ayat (3) UU Pemilu, seseorang dapat dikenakan sanksi pidana jika sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya.
Orang tersebut juga mempengaruhi pemilih untuk memilih peserta Pemilu tertentu atau membuat surat suara tidak sah. Pelaku yang melakukan hal tersebut akan menerima sanksi penjara hingga tiga tahun dan denda maksimal Rp 36 juta.
Untuk bisa menjadi negara yang lebih baik, diperlukan dukungan dari masyarakat itu sendiri.
Yuk, pahami lebih dalam apa itu golput dan menghindarinya agar bisa ikut berperan membawa perubahan bagi negara. Caranya dengan kenali para peserta Pemilu dan memilih calon pemimpin berintegritas! (rel/dtk)
0Comments