Imam Malik Didera Hingga Berlumuran Darah Usai Nasihati Khalifah
Imam Malik - Ilustrasi |
STABAT (Langkatoday) - Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa suatu ketika Khalifah Harun Al-Rasyid memerintahkan Imam Malik melalui utusan sang khalifah untuk membacakan kitab Al-Muwatha' karangannya di istana Bani Abbasiyah di Baghdad. Namun, Imam Malik menolaknya.
Ia menjawab, ''Semoga Allah memuliakan raja-raja Islam. Ilmu itu asalnya dari leluhur Anda (Harun Al-Rasyid berasal dari keluarga Nabi Muhammad SAW--Red). Jika kamu memuliakan ilmu, ilmu itu tentu jadi mulia. Dan, sebaliknya, ilmu itu akan jadi hina jika kamu menghinakannya. Ilmu itu haruslah dicari, bukan ilmu yang mencari penuntutnya. Jadi, ilmu harus didatangi, bukan mendatangi.''
Dalam keterangan lain, Imam Malik mengatakan, ''Saya tidak dapat mengorbankan kepentingan umum hanya untuk kepentingan seorang pribadi.'' Sang khalifah pun akhirnya mengikuti ceramah bersama dua putranya di Madinah dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil.
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulang kali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan akidah Islamiyah, Imam Maliki menentang tanpa takut dengan risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja'far, gubernur Madinah.
Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Al Mansur itu meminta seluruh penduduk Madinah melakukan baiat (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin jika penduduk Madinah melakukan baiat kepada khalifah yang mereka tak sukai.
Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya baiat tanpa keikhlasan, seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja'far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya. Gubernur Ja'far merasa terhina sekali. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Maliki sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang Imam diarak keliling Madinah dengan untanya.
Namun, ternyata Khalifah Al-Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkannya untuk meminta maaf kepada sang Imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di Ibu Kota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya.
Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang Imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tinggal di Kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah, kecuali untuk berhaji.
Ini adalah gambaran ketegasan dan konsistensi Imam Malik. Dia bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaimah bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi. Imam Maliki lahir di Madinah pada 93 H (712 M).
Ia berasal dari keluarga Arab terhormat dan berstatus sosial tinggi, baik sebelum maupun sesudah datangnya Islam. Tanah asal leluhurnya adalah Yaman. Namun, setelah nenek moyangnya menganut Islam, mereka pindah ke Madinah. Kakeknya, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun ke-2 H.
Sejak kecil, Imam Maliki tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya. Kakek, ayah, dan pamannya pun termasuk kelompok ulama hadis terpandang di Madinah.
Karena keluarganya ulama ahli hadis, Imam Maliki pun mempelajari ilmu hadis dari sang ayah dan pamannya. Meski demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal, seperti Nafi' bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabiin ahli hadis, fikih, fatwa, dan ilmu berdebat; Imam Jafar Shadiq, dan Rabi Rayi.
Dalam usia muda, Imam Maliki telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada ilmu membuat hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al-Mansur, Al-Mahdi, Al-Hadi, dan Harun Al-Rasyid, pernah jadi murid Imam Malik.
Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i, pun pernah menimba ilmu dari Imam Maliki. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat, murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Kendati berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, dalam mencari ilmu, Imam Maliki rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya.
Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Ciri pengajaran Imam Maliki adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut.
Pernah suatu kali, Khalifah Al-Mansur membahas sebuah hadis dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadis Nabi.''
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik dan lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki Masjid Kufah. Tetapi, Imam Maliki yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya.
Mencium tangan khalifah apabila menghadap di istana sudah menjadi adat kebiasaan di masa itu. Namun, Imam Maliki tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) yang mengunjunginya.
Demikianlah Imam Malik dengan kebesaran jiwanya adalah sosok ulama dan intelektual yang mau dikritik dan tidak malu dikritik. Beliau juga tidak malu untuk mengatakan tidak tahu terhadap persoalan yang diajukan pada dirinya jika memang ia tidak tahu. Imam Malik wafat pada tahun 179 H ketika berumur 86 tahun. Beliau meninggalkan tiga orang putra dan seorang putri.
Kemuliaan dan kecerdasan Imam Malik banyak dikagumi ulama lainnya. Imam Syafi'i pernah berkata, ''Imam Maliki adalah pendidik dan guruku. Darinya, kita mempelajari ilmu pengetahuan. Tidak seorang pun yang jujur dan benar bagiku selain Imam Maliki. Aku menjadikan beliau sebagai saksi antara aku dan Allah.''
Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i, pun pernah menimba ilmu dari Imam Maliki. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat, murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
Kendati berasal dari keluarga dengan status sosial tinggi, dalam mencari ilmu, Imam Maliki rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya.
Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
Ciri pengajaran Imam Maliki adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut.
Pernah suatu kali, Khalifah Al-Mansur membahas sebuah hadis dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ''Jangan melengking bila sedang membahas hadis Nabi.''
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik dan lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki Masjid Kufah. Tetapi, Imam Maliki yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya.
Mencium tangan khalifah apabila menghadap di istana sudah menjadi adat kebiasaan di masa itu. Namun, Imam Maliki tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) yang mengunjunginya.
Demikianlah Imam Malik dengan kebesaran jiwanya adalah sosok ulama dan intelektual yang mau dikritik dan tidak malu dikritik. Beliau juga tidak malu untuk mengatakan tidak tahu terhadap persoalan yang diajukan pada dirinya jika memang ia tidak tahu. Imam Malik wafat pada tahun 179 H ketika berumur 86 tahun. Beliau meninggalkan tiga orang putra dan seorang putri.
Kemuliaan dan kecerdasan Imam Malik banyak dikagumi ulama lainnya. Imam Syafi'i pernah berkata, ''Imam Maliki adalah pendidik dan guruku. Darinya, kita mempelajari ilmu pengetahuan. Tidak seorang pun yang jujur dan benar bagiku selain Imam Maliki. Aku menjadikan beliau sebagai saksi antara aku dan Allah.'' (rel/rol)