Di Tengah Gencatan Senjata, Pasukan Israel Tembaki Perbatasan Lebanon Selatan
Pasukan Israel masih ditempatkan di kota-kota dan desa-desa perbatasan Lebanon. Mereka harus mundur dalam waktu 60 hari [AFP/Getty] |
JAKARTA (Langkatoday) - Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah memasuki hari kedua pada Kamis (28/11). Beberapa pelanggaran dilaporkan dilakukan Israel di dekat perbatasan di Lebanon selatan. Sebelumnya, militer Isarel telah memperingatkan orang-orang untuk tidak mendekat.
Tentara Israel mengatakan pihaknya menggunakan pesawat tak berawak untuk menargetkan sebuah mobil di Desa Markaba setelah kendaraan itu terlalu dekat dengan zona terlarang, melukai dua orang.
Mereka juga menembakkan peluru ke arah desa-desa perbatasan Ayta al-Shaab, Al-Wazzani, dan Kfar Shuba. Mengutip laporan The New Arab (TNA), tembakan Israel dilaporkan juga terjadi di pinggiran Maroun al-Ras, Aytaroun dan Bint Jbeil.
Pada Rabu (27/11) malam, militer Israel memberi tahu penduduk Lebanon selatan bahwa mereka akan dilarang bepergian ke selatan Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan pada jam-jam tertentu. Meskipun ada peringatan untuk tidak kembali ke desa mereka, ribuan orang kembali memeriksa rumah mereka setelah gencatan senjata diberlakukan.
Pemerintah Kota Khiam mengatakan pihaknya sedang menunggu pengumuman resmi dari otoritas Lebanon untuk mengizinkan penduduk kembali ke kota perbatasan di puncak bukit yang telah menjadi tempat pertempuran sengit selama berminggu-minggu antara pejuang Hizbullah dan pasukan Israel.
Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata, Israel memiliki waktu 60 hari untuk menarik pasukannya dari Lebanon selatan yang diserbunya pada awal bulan lalu. Selama waktu itu, tentara Lebanon akan mulai bergerak masuk, secara bertahap mengerahkan ribuan personil.
Hizbullah juga harus bergerak ke utara Litani dengan persenjataan beratnya, dan semua infrastruktur militernya harus dibongkar di selatan sungai. Beberapa pejabat Israel telah memperingatkan untuk bertindak tegas terhadap Hizbullah dan melanjutkan perang jika kelompok yang didukung Iran itu melanggar kesepakatan.
Kelompok militan itu juga mengatakan bahwa mereka memantau komitmen Israel untuk menarik diri dari Lebanon selatan, dengan mengatakan bahwa para pejuangnya "siap" untuk dikerahkan kembali.
Pertempuran yang meletus antara Hizbullah dan Israel pada Oktober 2023 secara dramatis berubah menjadi perang terbuka pada September, menewaskan dan melukai ribuan orang di Lebanon dan menghancurkan sebagian besar Lebanon selatan, pinggiran selatan Beirut, dan kota-kota di wilayah Beqaa.
Lebanon Memilih Presiden Baru
Utusan Prancis Jean-Yves Le Drian tiba di Beirut kemarin untuk membahas gencatan senjata dengan para pejabat, di mana negaranya akan memainkan peran kunci. Prancis memiliki anggota dalam misi PBB di Lebanon selatan, yang bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian di kawasan tersebut.
Prancis juga akan menjadi bagian dari komite pemantauan internasional dipimpin AS untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata, sesuai dengan Resolusi PBB 1701 yang diadopsi pada 2006 tetapi tidak pernah sepenuhnya ditegakkan. Le Drian juga diperkirakan akan berdiskusi dengan pejabat Lebanon mengenai upaya untuk memilih presiden setelah perang usai.
Sejak 2022, kebuntuan politik telah menghentikan kelompok-kelompok sektarian bertikai di Lebanon untuk menyepakati kepala negara, yang dipilih oleh 128 anggota parlemen berdasarkan sistem pembagian kekuasaan negara tersebut.
Ketua DPR Lebanon Nabih Berri menetapkan sidang untuk memilih presiden pada 9 Januari 2025, yang pertama dalam beberapa bulan. Presiden terpilih akan berperan sangat penting untuk mengawasi dan menandatangani perjanjian gencatan senjata ini. (rel/inilah)