WASHINGTON (Langkatoday) – Kandidat menteri di kabinet presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump makin kontroversial. Setelah menunjuk menteri kesehatan yang antivaksinasi, ia juga memilih menteri pertahanan yang terobsesi dengan Perang Salib, perang yang dilancarkan gereja di Eropa terhadap umat Islam pada abad ke-11.
Saat ini, kandidat menhan AS yang diajukan Donald Trump adalah Pete Hegseth, seorang veteran Garda Nasional Minnesota dan komentator di stasiun televisi yang terkenal Islamofobik, Fox News. Hegseth dilaporkan memiliki banyak tato yang menunjukkan kecenderungan religius dan politiknya.
Koresponden ekstremisme domestik media AS NPR, Odette Yousef menyatakan salah satu yang paling kentara adalah simbol salib Yerusalem. Simbol itu berupa sebuah salib besar dengan empat salib kecil di tiap sudutnya.
“Ini adalah simbol agama Kristen, dan asal usulnya berasal dari Perang Salib,” ujar Odette Yousef dilansir NPR.
Hegseth juga memiliki tato tulisan “Deus Vult,” bahasa Latin untuk “Tuhan menghendakinya,” di bisepnya. Ungkapan tersebut digunakan sebagai seruan untuk Perang Salib Pertama pada 1096. Ini juga merupakan kalimat penutup dari buku Hegseth tahun 2020 yang berjudul American Crusade alias “Perang Salib Amerika”.
“Dan itu adalah semacam seruan perang untuk merebut kembali Tanah Suci dan membantai umat Islam,” ujar Yousef.
Slogan tersebut juga digunakan oleh anggota kelompok sayap kanan, supremasi kulit putih, dan kelompok nasionalis Kristen. Pelaku penembakan mal di Allen, Texas, pada 2023, menatonya bersamaan dengan tato neo-Nazi.
Menurut Anti Defamation League, frasa tersebut telah diadopsi oleh beberapa penganut supremasi kulit putih. Hegseth juga memiliki tato salib dan pedang di lengannya, yang menurutnya mewakili sebuah ayat Perjanjian Baru.
Ayat tersebut, Matius 10:34, berbunyi, “Jangan mengira bahwa Aku datang untuk membawa perdamaian ke bumi; Aku datang bukan untuk membawa perdamaian, melainkan pedang.”
Ditanya soal ini, Hegseth kerap mengatakan itu bukanlah simbol nasionalisme kulit putih, melainkan simbol Kekristenan. Namun menengok rekam jejak Hegseth, Yousef tak percaya.
“Dia sangat mendukung gagasan perang salib Kristen Amerika modern,” kata Yousef.
Lambang Salib Yerusalem yang digunakan tentara perang salib setelah menguasai Yerusalem dengan membantai umat Islam. - (Public Domains) |
Simbol-simbol yang terkait Perang Salib banyak terdapat dalam gerakan ekstremis kulit putih dan anti-Islam. Simbol ini dipajang saat pendukung Trump menyerbu gedung parlemen AS pada 6 Januari 2020 lalu. Simbol ini juga terdapat dalam tulisan penembak massal neo-Nazi yang membunuh banyak orang di perkemahan musim panas di Norwegia pada 2011.
Simbol-simbol Tentara Salib juga semakin populer di kalangan sayap kanan, yang melihat gambaran tersebut sebagai simbol era perang Kristen Eropa melawan Muslim dan Yahudi. Penembak yang melakukan pembantaian masjid di Selandia Baru pada 2019 diketahui mengadopsi simbol-simbol Perang Salib “Dan ini bisa menjadi sinyal antipati yang mendalam terhadap Islam,” ujar Yousef.
Kecenderungan Hegseth membuatnya masuk radar kelompok pengawas progresif Media Matters for America. Mereka menyoroti hubungannya dengan David Horowitz, seorang tokoh Islamofobia Amerika terkemuka. Mereka juga menyoroti bagian-bagian dari buku Hegseth sendiri, di mana dia mengeluh tentang meningkatnya jumlah dan representasi politik umat Islam di AS.
Hegseth juga merupakan seorang Kristen Zionis garis keras. Ia menentang solusi dua negara dan mendukung kedaulatan eksklusif Israel di Yerusalem.
Ia juga mengatakan bahwa gagasan untuk membangun kembali Bait Suci yang alkitabiah di Bukit Bait Suci di Yerusalem adalah sebuah “keajaiban” yang dapat terjadi dalam waktu dekat. Untuk melakukan hal tersebut, diperlukan penghancuran Kubah Batu di Masjid al-Aqsa, sebuah masjid yang terletak di salah satu situs paling suci umat Islam.
Hegseth mengungkapkan pandangan ini dalam pidatonya pada 2018 yang disampaikan di Yerusalem pada konferensi yang diselenggarakan oleh Israel National News yang beraliran kanan, yang juga dikenal sebagai Arutz Sheva. Pidato tersebut memaparkan visi dunia yang dilanda kegelapan yang semakin besar yang hanya bisa diselamatkan oleh Amerika Serikat, Israel, dan sesama “orang bebas” dari negara lain.
Menurut Yousef, sejumlah pakar mengatakan padanya bahwa Hegseth adalah orang yang mereka anggap sebagai seorang nasionalis Kristen, “Bahkan dalam spektrum nasionalisme Kristen, dia termasuk dalam sebuah gerakan yang oleh seorang sarjana agama, Matthew Taylor, disebut ujung yang sangat militan dari spektrum nasionalis Kristen.
Sekarang, gerakan ini disebut gerakan Rekonstruksionis Kristen, dan gerakan ini berupaya untuk menegakkan kembali hukum Alkitab – yaitu hukum Alkitab Perjanjian Lama. Gerakan ini akhir-akhir ini semakin populer, khususnya di kalangan pemuda di AS.”
Dilansir BBC, Donald Trump menyatakan telah menunjuk Pete Hegseth sebagai calon menteri pertahanannya pada Kamis (13/11). Hegseth (44 tahun), yang pernah bertugas di Afghanistan dan Irak, akan bertanggung jawab atas militer paling kuat di dunia dalam peran politik pertamanya. Saat mengumumkan pilihannya pada hari Selasa, Trump menggambarkannya sebagai orang yang "tangguh, cerdas, dan sangat percaya pada America First".
Berita ini muncul pada hari yang sama ketika Trump mengumumkan pendatang baru di bidang politik, miliarder Elon Musk, akan mengambil peran dalam pengurangan biaya pemerintah.
0Comments